Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan hasil uji ketahanan atau stress test perbankan nasional berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode April 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut bahwa ketahanan perbankan tetap kuat, serta ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.
“Kondisi likuiditas perbankan tetap memadai, permodalan masih tinggi, serta risiko kredit rendah,” katanya dalam konferensi pers RDG BI secara daring, Rabu (21/5/2025).
Dia kemudian menjelaskan bahwa kondisi likuiditas perbankan masih memadai, tecermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang stabil sebesar 25,23% pada April 2025.
Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) pada Maret 2025 tercatat sebesar 25,38%, sehingga dinilai masih mampu untuk menyerap risiko.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) bruto berada pada level 2,17%, sedangkan NPL neto sebesar 0,80% pada Maret 2025.
Baca Juga
“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan,” tutur Perry.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan hasil uji ketahanan perbankan RI di saat ekonomi global terguncang oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menerapkan tarif resiprokal terhadap banyak negara.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan ketidakpastian ekonomi saat ini sangat dipengaruhi oleh tantangan perekonomian global, seperti kekhawatiran kebijakan tarif Trump dapat mengganggu rantai pasok, kenaikan inflasi global, serta perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.
"Produk-produk utama ekspor Indonesia ke AS juga dikhawatirkan menghadapi tekanan akibat meningkatnya biaya impor. Berdasarkan hal tersebut, terdapat peningkatan risiko kredit pada beberapa sektor, utamanya yang terkait produk-produk utama ekspor Indonesia ke AS, antara lain produk tekstil dan alas kaki, mesin-mesin elektronik, produk perikanan dan kelapa sawit," ujarnya dalam jawaban tertulis pada Senin (28/4/2025).
Di tengah kondisi tersebut, OJK melakukan stress test untuk sektor perbankan yang dilakukan, baik secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk melihat dampak perubahan kondisi ekonomi, termasuk pengaruh penerapan tarif impor AS dan pelemahan nilai tukar rupiah.