BISNIS.COM, MAKASSAR--PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) membukukan laba bersih Rp81,16 miliar selama triwulan I/2013, naik 28,61% dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama 2012.
Peningkatan laba itu sejalan dengan naiknya pendapatan bunga Rp18,92 miliar menjadi Rp268,5 miliar selama 3 bulan pertama 2013 dibandingkan dengan periode yang sama 2012.
Efisiensi bank daerah ini terlihat dari penurunan beban bunga dari Rp89,40 miliar para triwulan I/2012 menjadi Rp66,18 miliar pada rentang 3 bulan tahun ini. Hal itu terungkap dalam laporan keuangan Bank Sulselbar yang dirilis pada Senin (6/5) di Harian Bisnis Indonesia.
Sementara itu, pendapatan operasional selain bunga mengalami penurunan -26,45% menjadi Rp16,36 miliar dari kuartal I/2012 yang mencapai Rp22,24 miliar. Adapun beban operasional justru naik 16,33% menjadi Rp106,31 miliar dibandingkan triwulan I/2013.
Tingkat kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) mengalami perbaikan. NPL gross turun menjadi 1,35% pada Maret 2013, lebih baik daripada posisi tahun lalu yang mencapai 2,12%. Sejalan dengan itu, NPL net juga turun menjadi 0,47% dari semula 0,60%.
Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba meningkat terlihat dari angka return on asset (ROA) per Maret 2013 sebesar 4,82% dibandingkan dengan Maret 2012 sebesar 3,87%.
Adapun return on equity (ROE) Bank Sulselbar naik menjadi 26,35% per Maret 2013 dibandingkan posisi Maret tahun lalu sebesar 24,75%.
Bank Sulselbar menaikkan net interest margin (NIM) dan menekan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). NIM Bank Sulselbar berada pada 10,38% per maret 2013, meningkat daripada posisi Maret 2012 sebesar 8,72%.
Adapun posisi BOPO berada pada 60,86%, lebih baik daripada Maret tahun lalu yang berada pada 67,03%. Bank yang dipimpin ellong Tjandra ini mencatat kenaikan aset signifikan sebesar Rp2,29 triliun selama 3 bulan. Posisi aset per Maret 2013 tercatat Rp9,86 triliun, tumbuh 30,41% dari posisi Desember 2012.
Perusahaan dikabarkan tengah meminta pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten menambah penyertaan modal sebagai upaya peningkatan penyaluran kredit produktif hingga mencapai 60%. Pasalnya penyaluran kredit produktif membutuhkan alokasi modal tinggi, mengingat risiko yang kompleks dari kredit konsumtif. (M. Taufikul Basari)