Bisnis.com, JAKARTA--Sebanyak 680 money changer atau Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) terancam harus menutup usahanya per 7 April, jika tidak memenuhi aturan Bank Indonesia terkait perizinan usaha bagi pedagang valuta asing.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)No.18/20/PBI/2016 perihal Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Jika sampai minggu depan (7/4), KUPVA BB belum mendaftarkan badan usahanya ke BI pusat atau Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN), bank sentral akan merekomendasikan penghentian kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha
Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Eni V. Panggabean mengatakan pihaknya telah menelusuri 680 pedagang valuta asing ini. Dari temuan BI, sekitar 92% KUPVA BB merupakan usaha yang dijalankan perorangan sehingga pedagang tersebut diwajibkan membuat badan usaha terlebih dahulu sebelum mengajukan izin kepada BI.
"Mereka sebetulnya belum berbadan hukum. Jadi kalau tidak [berbadan hukum] harus ditutup karena ini memang upaya untuk menciptakan kondisi yang govern dan tertib," tegasnya dalam media briefing KUPVA BB di Mapolda Jawa Tengah, Rabu (26/3).
BI berkeinginan agar peraturan tegas ini dapat mendukung usaha perdagangan valas yang tertib, sehat dan mendukung perekonomian secara keseluruhan.
Dia menambahkan pedagang valuta asing nonbank kendati jumlahnya kecil namun dapat mempengaruhi roda perekonomian dan jika kondisi kurs rupiah mengalami gejolak. Dari data BI, transaksi KUPVA BB memiliki kontribusi valas sebesar 8-9% atau setara Rp22,59 triliun dari total transaksi Rp251 triliun pada 2016.
Sebelumnya, dia mengungkapkan BI mendata ada sebanyak 783 pedagang valuta asing yang belum mendaftarkan badan usahanya. Namun hingga saat ini, Rabu (29/3), jumlah tersebut menyusut hingga 680 karena sekitar 44 pedagang valuta asing memilih mendaftarkan dirinya dan 59 sisanya telah menyampaikan komitmen pendaftaran kepada BI.
Terkait prosedur pendaftaran, Eni menjelaskan BI tidak mematok persyaratan yang berat. Pedagang valuta asing hanya perlu berbadan hukum, memiliki Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), dan memenuhi aturan permodalan sesuai peraturan BI.
Menurutnya, aturan permodalaan bagi pedagang valuta asing nonbank di dalam kebijakan baru ini tidak berubah. BI hanya menyaratkan minimum modal Rp250 juta bagi pedagang valuta asing di kota besar seperti Jakarta dan Bali. Kemudian, pedagang valuta asing di kota kecil hanya dikenakan aturan modal minimum sebesar Rp100 juta.
"Kita sudah membuka peluang yang begitu baik sehingga diperlukan keaktifan daripada pihak yang belum berizin untuk cepat-cepat membuat badan hukum," katanya.
Kepala Departemen Hukum BI Rosalia Suci menuturkan pihaknya tidak berhak memberikan sanksi pidana dalam pelaksanaan aturan ini. BI hanya akan memberikan rekomendasi penutupan usaha jika sang pedagang tidak mengurus izinnya hingga batas waktu yang ditetapkan.
"Kita sudah meminta izin, sosialisasi dan dibimbing, tetapi tidak mau juga, kita tutup. Dengan cara disegel, kalau segel dirusak bisa KUHP," ungkapnya.
Peraturan ini dibuat dalam rangka menegakkan penertiban usaha perdagangan valas yang ilegal. Selama ini, valuta asing sering digunakan untuk mendukung aksi kejahatan (extraordinary crime) a.l. pencucian uang dari hasil narkotika, judi online, korupsi, serta pendanaan teroris dan kejahatan penggelapan pajak.
Suci menuturkan BI telah bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Narkotika Nasional (BNN) serta instansi terkait lainnya dalam operasi penertiban, apabila terdapat indikasi adanya pelanggaran seperti kejahatan seperti yang diungkapkan di atas.
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Agung Setya mengungkapkan KUPVA BB ilegal juga digunakan sebagai tempat kejahatan pajak yang dilakukan eksportir atau importir.
Caranya, eksportir atau importir mengecilkan nilai barang dengan bersekongkol dengan pembeli atau penjualan sehingga pajaknya kecil. Uang yang pajaknya ingin digelapkan masuk lewat KUPVA BB ilegal melalui rekening sang pemilik usaha.
Secara ekonomi, dia mengungkapkan Bareskrim sangat mendukung langkah ini karena praktik ratusan KUPVA BB ilegal dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah dan kegiatan ekspor dan impor.
"Yang terpenting kita ingin identifikasi, kita tahu banyak orang menyembunyikan kejahatannya di money changer," ungkapnya.
Salah satu contoh, money changer ilegal di Batam berhasil membukukan transaksi hingga Rp1 triliun dari pengelolaan uang hasil penjualan narkotika, judi online dan sebagainya.
Padahal lokasi usaha money changer tersebut berada di bangunan toko yang dibawahnya hanya warung mie ayam.
Rokhmat Sunanto, Direktur TPPU Badan Narkotika Nasional (BNN), mengatakan pihaknya pada 2015 pernah menemukan transaksi dalam invoice palsu oleh pengusaha KUPVA BB senilai Rp3,6 triliun untuk transaksi narkotika.
Biasanya, modus operandi ini digunakan oleh bandar narkotika internasional. "Bandar narkotika Tiongkok misalnya masuk Indonesia tidak langsung dibayar," ujarnya.
Umumnya, mereka mengunakan KUPVA BB yang tidak berizin. KUPVA BB ilegal ini akan menjalin kerjasama dengan KUPVA BB legal dalam pencairannya.