Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Victoria International Tbk. menargetkan bisa menekan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) menjadi 3% dibandingkan dengan posisi saat ini.
Direktur Bank Victoria International Ramon Marlon Runtu mengatakan, dalam dua tahun terakhir, rasio kredit bermasalah perseroan memang tampak tertekan, tetapi sampai akhir 2016 bank dengan kode emiten BVIC terus meningkatkan kualitas kredit dengan melakukan restrukturisasi kredit, collection, dan hard collection.
“Kami mengoptimalkan relakasasi dari OJK [Otoritas Jasa Keuangan] terkait restrukturisasi kredit sebelum menjadi NPL. Dengan kondisi saat ini, kami optimistis NPL gross kami bisa menyentuh 3% pada kuartal III/2017,” ujarnya dalam paparan publik pada Senin (29/5/2017).
Sampai kuartal I/2017, perseroan mencatatkan posisi NPL gross turun menjadi sebesar 3,98% dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu yang sebesar 6,07%. Untuk, NPL net perseroan pun turun menjadi sebesar 2,3% dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 4,68%.
Sampai akhir tahun ini, perseroan pun menyebutkan masih ada sekitar 1% restrukturisasi kredit baru yang jatuh tempo pada akhir tahun ini.
Adapun, dalam dua tahun terakhir, perseroan telah melakukan restrukturisasi sebesar 15% dari total portofolio kredit. Sampai saat ini, tinggal 10% yang masih dalam pengawasan, sedangkan hanya sedikit restrukturisasi kredit yang sudah menjadi NPL, lebih banyak yang gagal dalam fase collection 1 dan collection 2.
Sementara itu, sepanjang kuartal I/2017, pertumbuhan kredit perseroan masih cukup lesu setelah masih turun sebesar 2,8% menjadi Rp12,95 triliun dibandingkan dengan akhir tahun lalu, sedangkan dari segi dana pihak ketiga (DPK) perseroan sudah mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,03% menjadi Rp20,07 triliun.
Dengan pertumbuhan DPK yang sudah positif di tengah kredit yang masih menyusut, loan to deposit ratio (LDR) perseroan pun berada pada posisi 64,5%.
Wakil Direktur Utama Bank Victoria Rusli menyebutkan, tren pertumbuhan kredit pada kuartal I/2017 memang masih slow seperti industri, tetapi pada kuartal II/2017 diharapkan sudah mulai membaik.
“Walaupun permintaan kredit mulai menggeliat, tetapi kami akan tetap menjaga kehati-hatian dengan tetap prudent. Kami akan mendorong LDR sampai 70% sampai akhir tahun ini, dan sampai saat ini posisi LDR sudah meningkat ke kisaran 68%,” ujarnya.
Untuk portofolio kredit, perseroan berencana untuk mendorong porsi komersial dan usaha kecil menengah bisa kembali 50% pada tahun ini. Sampai saat ini posisi porsi kredit komersial dan UKM masih sekitar 40%, sedangkan sisanya ada pada segmen kredit korporasi dan perusahaan pembiayaan.
Rusli mengatakan, sebelumnya, porsi kredit komersial dan UKM perseroan sudah menyentuh 50%, tetapi karena kondisi ekonomi dan kenaikan NPL membuat porsi segmen itu mengalami penurunan.
“Untuk itu, pada tahun ini, kami harapkan bisa kembali fifty-fifty antara komersial UKM dengan korproasi dan multifinance,” ujarnya.