Bisnis, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah mengkaji kemungkinan untuk memberikan penjaminan terhadap dana nasabah yang tersimpan dalam uang elektronik.
Berdasarkan riset Morgan Stanley yang dikutip pada Kamis, (7/3/2019), rata-rata saldo uang elektronik nasabah perorangan mencapai sekitar Rp412.000 per bulan, atau sekitar Rp7 juta per tahun. Saldo uang elektronik berjumlah besar pada umumnya dimiliki oleh merchant yang memanfaatkan layanan dompet elektronik.
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengungkapkan, pihaknya telah membentuk tim yang berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengkaji inisiatif perluasan cakupan penjaminan.
Menurutnya, saldo uang elektronik yang mengendap di dalam dompet digital berbeda dengan yang tersimpan di dalam deposito, giro, maupun tabungan perbankan. Padahal, sesuai dengan amanat Undang Undang, Lembaga Penjamin Simpanan disebutkan bisa menjamin dana yang didefinisikan sebagai tabungan.
“Memang banyak yang menanyakan hal itu, terkait dengan e-money yang sekarang beredar. Selama dana itu tidak didefinsikan sebagai tabungan, kami belum bisa masuk ke ranah sana,” ujarnya.
Destry mengungkapkan, pihaknya tengah membicarakan opsi yang sama dengan OJK terkait dengan penjaminan terhadap platform teknologi finansial urun dana (crowdfunding).
Baca Juga
Meskipun crowdfunding juga menghimpun dana masyarakat, dana kelolaan tersebut tidak didefinisikan sebagai tabungan.
“Nah apakah ini nanti bisa masuk sebagai definisi simpanan. Kalau definisinya termasuk simpanan, tentunya ada implikasi bahwa itu juga termasuk jaminan,” ujarnya.
Kajian itu dilakukan seiring dengan meningkatnya batas saldo uang elektronik yang dapat tersimpan di dalam platform dompet digital.
Sesuai ketentuan yang berlaku saat ini, di dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 20 tahun 2018, batas saldo pengguna uang elektronik yang tidak teregistrasi senilai Rp2 juta. Adapun, batas saldo bagi pengguna uang elektronik teregistrasi dapat mencapai Rp10 juta.