Bisnis.com, JAKARTA - Transaksi pembayaran perdagangan melalui sistem Local Currency Settlement (LCS) antara Indonesia dan Thailand serta Malaysia yang dimulai sejak awal tahun lalu menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) bertekad untuk terus mempeluas penggunaan LCS dalam transaksi perdagangan antarnegara yang terlibat dalam kerangka perjanjian tersebut.
LCS adalah penyelesaian transaksi perdagangan antara dua negara yang dilakukan di dalam wilayah salah satu negara dengan menggunakan mata uang lokal. LCS ini berlaku setelah ada kesepakatan antara tiga bank sentral, yaitu Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand.
Direktur Pengembangan Pasar Bank Indonesia, Yoga Affandi menuturkan pengunaan LCS ini berdasarkan direct quotation dengan mata uang baht, rupiah dan ringgit, dibandingkan jika harus cross rate melalui dolar AS.
Selain itu, dia melihat ada kesadaran dari negara-negara yang menjalin kerja sama LCS ini untuk mengurangi ketergantungan akan dolar AS.
"Namun, kesadaran ini perlu diperluas di masing-masing negara, karena sisi eksportir dan importir di negara partner juga harus mengetahui LCS ini," ujar Yoga, Senin (25/03/2019).
Dari catatan BI, LCS dengan baht mencapai US$49 juta sepanjang 2018. Sementara itu, transaksi LCS dengan ringgit mencapai US$125 juta.
Tahun ini, dia berharap ada peningkatan dibandingkan tahun lalu. "Kami akan berupaya agar tahun 2019 lebih meningkat lagi," tegasnya.
Adapun, BI belum merencanakan penambahan jumlah bank di dalam negeri yang dapat melayani transaksi LCS tersebut. Menurut Yoga, jumlah bank saat ini masih dipandang cukup. Bagi BI, sambung Yoga, hal yang paling penting adalah memperluas penggunaan LCS ini.