Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia, selaku regulator di bidang sistem pembayaran, bersama dengan pihak terkait saat ini sedang merumuskan biaya yang akan dikenakan untuk transaksi off-us sistem pembayaran berbasis QR code.
Pembahasan biaya atau tarif transaksi tersebut dilakukan bersamaan dengan penerapan tahap kedua proyek percontohan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) yang akan menjadi platform penyatu seluruh penerbit sistem pembayaran QR.
Direktur Utama PT Artajasa Pembayaran Elektronis Bayu Hanantasena mengatakan bahwa hasil diskusi mengenai biaya transaksi tersebut akan bermuara pada dua kemungkinan, yakni membebankan kepada toko melalui merchant discount rate (MDR) atau menetapkan fixed fee.
“MDR itu pakai persentase seperti transaksi menggunakan kartu di mesin EDC. Kalau fixed fee, berapapun nilai transaksinya, biaya transaksinya tetap,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Dia melanjutkan bahwa BI saat ini berkeinginan mengenakan skema MDR untuk transaksi off-us kode QR. Namun, beberapa pelaku usaha berpendapat akan lebih efektif menggunakan fixed fee.
“Kalau fixed fee pembagian antara semua pihak yang teribat bisa lebih jelas,” katanya.
Adapun transaksi off-us adalah transaksi antar penerbit kode QR. Dengan demikian konsumen dapat membayar menggunakan uang elektronik berbasis server di berbagai mesin pembaca kode QR.
Hal ini juga dapat digunakan untuk melakukan transfer antar pengguna. Berbekal perangkat ponsel pintar, konsumen dapat memindahkan uang elektronik berbasis server dari satu dompet elektronik ke dompet elektronik lainnya.
Saat ini Artajasa tengah melakukan uji coba terkait hal tersebut. “Implementasi masih menunggu BI meresmikan aturan soal QRIS,” kata Bayu.