Bisnis.com, JAKARTA—Perbankan pelat merah, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. masih optimistis mampu menjaga kualitas kredit di tengah tren kenaikan kredit bermasalah industri perbankan.
Sekretaris Perusahaan Bank BRI Bambang Tribaroto mengatakan bahwa rasio nonperforming loan (NPL) perseroan masih relatif terjaga di level yang relatif sama dibandingkan dengan tahun 2018, yakni di bawah 2,4%.
“Dengan terjaganya kondisi ekonomi Indonesia, hingga Mei 2019 diperkirakan NPL BRI masih terjaga bila dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu sekitar 2,4%,” katanya kepada Bisnis, Senin (1/7/2019).
Sebagai gambaran, rasio NPL gross BRI (bank only) mengalami tren kenaikan sejak 2014 dan puncaknya sebesar 2,39% pada akhir tahun lalu. Namun, pada Maret 2019, rasio kredit bermasalah mulai mengalami penurunan ke level 2,31%.
Menurut Bambang, sama seperti kondisi akhir kuartal I/2019, penyumbang rasio NPL tertinggi di BRI pada Mei 2019 ini adalah segmen menengah. Sedangkan, bila dilihat dari sektornya, kredit ke bidang industri pertambangan mencatatkan tingkat NPL yang tertinggi.
Dalam laporan publikasi perseroan, hingga Maret 2019, segmen menengah memiliki tingkat NPL 5,82%, diikuti NPL korporasi sebesar 5,45% dan segmen kecil menengah sebesar 3,49%.
Baca Juga
Adapun segmen mikro, consumer dan BUMN masing-masing memiliki tingkat NPL sebesar 1,29%; 1,24%; dan 1,05%.
“Pada kuartal II/2019, NPL diperkirakan masih terjaga atau relatif stagnan bila dibandingkan dengan posisi Maret 2019, yaitu sekitar 2,3%,” katanya.
Lebih lanjut, BRI membidik rasio NPL di kisaran 2% - 2,2% per akhir tahun. Untuk itu, ada beberapa strategi yang dilakukan perseroan.
Salah satunya, upaya BRI dalam memperbaiki kualitas kredit adalah dengan membuat tools Loan Portfolio Guideline (LPG) yang bertujuan untuk mengarahkan ekspansi bisnis kepada sektor -sektor industri yang prospektif dengan kualitas kredit yang baik.
Selain itu, BRI juga melakukan forum Business Performance Review setiap bulan untuk memonitor perkembangan NPL pada setiap unit kerja.
Bank BRI juga masih merestrukturisasi kredit sebagai salah satu upaya untuk penyehatan kredit. Menurut Bambang, restrukturisasi akan dilakukan sepanjang masih memenuhi syarat dan tidak bertentangan dengan aturan yang ada.
“Hingga saat ini, diperkirkan total restrukturisasi dibandingkan dengan total kredit BRI adalah sekitar 6%,” katanya.