Bisnis.com, JAKARTA – Pemain fintech peer-to-peer (P2P) lending mulai diperbolehkan untuk mengakses international mobile equipment identity (IMEI) gawai nasabah dalam rangka menghindari fraud.
Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan salah satu kunci sukses fintech lending adalah penggunaan alternatif data untuk scoring, di samping penggunaan data tradisional.
Namun, aturan yang saat ini berlaku membatasi hanya memperbolehkan akses kamera, lokasi, dan mikrofon. Hal ini bedampak pada kurangnya kualitas penilaian kredit yang dihasilkan oleh artificial intelligent (AI).
“Pembatasan [akses data] memang untuk memproteksi customer. Salah satu progresnya adalah boleh mengakses IMEI. IMEI dibuka sekitar Juni 2019 lalu,” ujarnya, Jumat (19/7).
Dia menjelaskan informasi IMEI dapat menunjukkan lokasi untuk menghindari fraud. Misalnya, seseorang mengaku bekerja di suatu hotel, platform dapat memastikan kebenaran hal tersebut tanpa melakukan visit.
Pada dasarnya, OJK akan memberikan keleluasan asalkan tanggung jawab perusahaan juga dapat dijaga.
Baca Juga
“Kami sudah membuat usulan untuk keleluasan yang lebih terkait dengan akses data. [Aturan batasan akses data nasabah] valid selama UU perlindungan data pribadi belum ada. Kalau sudah ada UU, bisa jadi akan dibuka aksesnya,” ujarnya.
Untuk itu, AFPI siap mendukung dibuatnya UU perlindungan data pribadi maupun UU fintech dengan memberikan masukan dalam pembuatan UU.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menjelaskan akses IMEI berguna untuk mendeteksi lokasi pemakai gadget.
Sebenarnya akses IMEI ini berhubungan dengan kemampuan deteksi yang dihasilkan oleh GPS. Sebelumnya, OJK telah memperbolehkan P2P lending untuk mengakses lokasi dari GPS.
“Mitigasi untuk mengetahui kebenaran lokasi orang itu, jadi misalnya orang bersembunyi di suatu titik bisa ketahuan karena ada [akses] lokasi. Memperkuat fungsi knowing your customer,” katanya.