Bisnis.com, JAKARTA — BPJS Watch menilai tawaran pihak luar untuk membantu evaluasi sistem teknologi informasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan tidak perlu dipenuhi karena pengembangan internal mungkin dilakukan.
Lembaga itu pun menilai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan offside dalam memberikan pernyataan terkait tawaran bantuan pihak luar untuk BPJS Kesehatan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel menjelaskan, penawaran perusahaan asuransi asal China, Ping An, melalui Menko Maritim menuai protes dan menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Menurut dia, penawaran tersebut tidak perlu dipenuhi karena BPJS Kesehatan memiliki banyak perangkat teknologi informasi (TI) yang dapat dioptimalkan.
Dia menjabarkan, setidaknya BPJS Kesehatan memiliki 16 aplikasi yang terkait dengan pelayanan kesehatan, 19 aplikasi terkait keuangan, 23 aplikasi terkait kepesertaan, dan 24 aplikasi pendukung sehingga totalnya sebanyak 82 aplikasi. BPJS Watch menilai, fasilitas yang ada tersebut memang masih diliputi masalah.
"Saya kira persoalan yang ada terkait dengan kapasitas TI yang memang harus ditingkatkan berkenaan dengan data kepesertaan yang juga terus bertambah, yang pada akhir 2019 ditargetkan mencapai 254 juta peserta [universal health coverage/UHC kepesertaan]. Tidak hanya itu tentunya ada data-data lainnya yang juga bertambah," ujar Timboel pada Senin (26/8/2019).
Dia menjelaskan, permasalahan TI pada BPJS Kesehatan dapat ditangani dengan peningkatan anggaran TI untuk mendorong kapasitas peningkatan kepesertaan dan data lainnya, serta penambahan jumlah sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola TI tersebut.
Baca Juga
Timboel pun menilai, BPJS Kesehatan mengelola data yang sangat besar dan lengkap terkait masalah kesehatan masyarakat. Adanya pihak asing yang terlibat dalam aktivitas pengawasan TI, menurutnya, berpotensi membuka akses terhadap data-data tersebut.
"Ini sangat berbahaya karena terkait dengan ketahanan bangsa kita. Nanti asing akan mendapat data statistik kondisi kesehatan rakyat Indonesia, termasuk data tentang TNI dan Polri kita yang sakit," ujar Timboel.
Dia pun menilai bahwa Menko Maritim offside karena membahas masalah di bawah pertanggungjawaban kementerian lain, yang menurut Timboel ada pada Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Adapun, Timboel menjelaskan, Menko Maritim dapat turut membantu optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui komunikasi dengan berbagai pemangku kebijakan.
"Seperti meminta semua kementerian lembaga dan pemda untuk mendukung JKN secara serius termasuk melakukan penegakkan hukum. Ketentuan tentang kewajiban menjadi peserta JKN paling lambat 1 Januari 2019 yang diatur di Perpres 82/2018, seharusnya Pak Luhut meminta Polri, Imigrasi, dan Pemda untuk menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut," ujar Timboel.
Luhut menjelaskan, tawaran dari Ping An tersebut menjadi salah satu pembahasan dalam pertemuannya dengan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris pada Jumat (23/8/2019) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta.
Kepada Dirut BPJS Kesehatan, dia menyampaikan pesan pemerintah bahwa perlu adanya pembenahan sistem TI dari BPJS Kesehatan. Sistem tersebut dinilai perlu dibenahi karena dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Kemarin presiden meminta BPJS itu mungkin perlu melakukan perbaikan sistem mereka. Itu saja. Jadi, kemarin itu Ping An menawarkan, mungkin mereka membantu evaluasi sistem IT-nya," ujar Luhut pada Jumat (23/8/2019).
Dia menjelaskan, pihak BPJS turut melihat bahwa terdapat beberapa kelemahan sistem TI yang perlu diperbaiki, di antaranya yakni mengenai sinkronisasi data kepesertaan BPJS Kesehatan dengan data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), imigrasi, dan kepolisian.
Sinkronisasi tersebut menurutnya dapat mendorong tingkat kepatuhan iuran peserta BPJS Kesehatan karena akan terdapat hukuman administratif bagi peserta yang menunggak.
"Misalnya kalau orang melakukan penunggakan pembayaran langsung kita hubungkan dengan [data] polisi, kemudian imigrasi, sehingga misalnya dia mau apply visa tidak bisa karena dia tidak bayar [menunggak iuran JKN]. Jadi, mesti ada punishment buat yang menunggak," ujar Luhut.