Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah menyusun peta jalan jaminan sosial 2020–2024 untuk mendorong penyelesaian berbagai masalah program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program tersebut menghadapi potensi defisit Rp32,84 triliun pada tahun ini.
Peta jalan tersebut diprakarsai oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) dengan melibatkan 19 kementerian dan badan terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Deputi Menteri PPN Subandi menjelaskan, konsep tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Peta Jalan Jaminan Sosial 2020–2024 yang saat ini telah melewati tahap pembahasan panitia antar kementerian. Menurut dia, selanjutnya akan dilaksanakan proses harmonisasi rancangan perpres oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam rapat kerja gabungan Komisi IX dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai tindak lanjut hasil audit BPJS Kesehatan di Gedung DPR, Jakarta pada Selasa (27/8/2019), Subandi menjelaskan bahwa peta jalan tersebut terdiri dari empat langkah strategis untuk menyelesaikan masalah JKN secara bertahap dan terintegrasi.
Pertama, perlu dilakukan penguatan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan JKN. Menurut Subandi, langkah pertama dalam jangka pendek yakni mengubah perpres terkait penyesuaian besaran manfaat dan iuran yang diikuti revisi Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN).
Beberapa poin dari revisi tersebut yang perlu dilakukan, menurut dia, di antaranya adalah afirmasi dana talangan dari pemerintah, pembuatan payung hukum khusus untuk mengatur pencegahan kecurangan, dan pengenaan sanksi pelayanan publik bagi peserta yang tidak patuh.
Baca Juga
"Yang kami harapakan, dari sanksi tersebut akan ada integrasi data [peserta JKN yang mendapatkan sanksi], antara data kependudukan dengan data yang lain," ujar Subandi kepada Bisnis, Selasa (27/8/2019).
Dia menjelaskan, langkah kedua adalah penguatan program JKN melalui peningkatan kepesertaan, kesesuaian tarif dengan keekonomian dan sosial, serta keuangan SJSN yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Salah satu target jangka menengah dari langkah kedua ini adalah perluasan kepesertaan mandiri dan sektor informal, yang terintegrasi dengan SJSN Ketenagakerjaan.
Langkah ketiga yakni penguatan kelembagaan penyelenggara SJSN melalui pembagian kewenangan yang jelas dan terbentuknya lembaga aktuaria independen.
Menurut Subandi, dalam tahap ini perlu ada perbaikan peraturan perundangan DJSN serta pembagian wewenang antara kementerian, DJSN, dan BPJS dalam pelaksanaan SJSN.
Lalu, langkah terakhir adalah penguatan sistem monitoring, evaluasi, dan pengawasan penyelenggaraan SJSN. Subandi menjelaskan, dalam tahap ini perlu dilakukan evaluasi sistem monitoring dan evaluasi bagi pengawasan internal dan eksternal serta optimalisasi sistem tersebut.
Menurut Subandi, peta jalan tersebut memiliki orientasi untuk mendorong keberlangsungan program JKN yang saat ini kerap terkendala masalah finansial.
Oleh karena itu, dia menjelaskan bahwa keempat langkah dalam peta jalan tersebut harus masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.
"Nah, itu harus kami pastikan dijalankan dan dimasukkan ke dalam RPJMN 2020–2024 yang sekarang sedang disusun. Jadi, memastikan empat strategi tadi ada dalam rencana kita ke depan," ujar dia.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan, pihaknya turut berkontribusi menyusun peta jalan tersebut. Menurut dia, keputusan akhir tentang peta jalan tersebut akan ditentukan setelah perpres terbit.
Fachmi memastikan bahwa perpres tersebut akan muncul setelah pelantikan kabinet baru periode 2020–2024. Dia tidak menjabarkan lebih rinci kapan perpres tersebut diterbitkan karena menurutnya hal tersebut masih dalam pembahasan Bappenas.
"Bappenas mempersiapkan [peta jalan], nanti setelah itu akan dibicarakan lagi. Saya tidak dapat menyebutkan kapannya, tapi lebih cepat lebih bagus karena itu acuan untuk kerja pemerintah 5 tahun ke depan," ujar Fachmi, Selasa (27/8/2019).
Peta jalan tersebut dinilai menjadi urgen untuk penyelesaian masalah program JKN sehingga perlu dirampungkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, BPJS sebagai pelaksana program JKN memiliki potensi defisit Rp32,84 triliun pada akhir tahun ini.
"Kita berhadapan dengan BPJS yang di posisi Agustus ini sudah membawa defisit Rp9,1 triliun dari tahun lalu, dan tahun ini estimasinya 32,84 triliun. Sudah acumulated dari warisan [defisit] 2018," ujar Sri dalam rapat kerja gabungan tersebut.