Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaminan Kesehatan Amanat UUD 1945, BPJS Gagal Presiden Bisa Dimakzulkan?

Amanat untuk menjalankan program jaminan sosial bersifat langsung, sehingga jika presiden tidak melaksanakannya merupakan pelanggaran terhadap UUD.
Warga antre mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/7/2018)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya
Warga antre mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/7/2018)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menilai bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan merupakan tugas presiden yang tidak tuntas. Berbagai permasalahan dari badan tersebut harus dibenahi karena merupakan amanat langsung dari Undang-Undang Dasar 1945. 

Ekonom senior Indef Didik J. Rachbini menjelaskan bahwa program jaminan sosial dan kesehatan merupakan amanat dari Pasal 28H Amandemen UUD 1945 yang harus dijalankan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah presiden.

Dia menjelaskan bahwa berbeda dengan ribuan program dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), amanat untuk menjalankan program jaminan sosial bersifat langsung, sehingga jika presiden tidak melaksanakannya merupakan pelanggaran terhadap UUD.

"Pasal tersebut mendapatkan perhatian khusus dalam amandemen UUD 1945 dan langsung sebagai amanat tertinggi yang harus dijalankan oleh presiden," ujar Didik dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, pada Rabu (30/10/2019).

Menurut Didik, aturan itu mengatur bahwa jika BPJS Kesehatan yang mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bangkrut dan berhenti karena sebab-sebab manajemen kebijakan, maka presiden dapat dikenakan tudingan melanggar UUD.

Saat ini BPJS Kesehatan dirundung oleh persoalan defisit yang tak kunjung tuntas sejak badan tersebut terbentuk pada 2015. Menurut Didik, kondisi tersebut terjadi hingga saat ini terjadi karena dukungan dan uluran tangan pemerintah tidak dilakukan secara saksama.

Didik menilai bahwa pemerintah pertama-tama harus menjalankan amanat UUD 1945 dengan baik, sehingga pemerintah harus menempatkan BPJS Kesehatan dan program JKN di atas program-program lainnya. Pemerintah harus mampu memastikan bahwa program tersebut terus berjalan.

"[Program JKN] ini jauh lebih penting dari program lain seperti dana desa, yang tidak khusus disebut sebagai amanat UUD 1945," ujar Didik.

Hal tersebut membuat pemerintah harus mengalokasikan anggaran lebih besar bagi BPJS Kesehatan. Menurut Didik, banyak pos anggaran yang bisa dikurangi dan dialihkan ke BPJS Kesehatan karena tidak relevan dengan kesejahteraan rakyat, misalnya subsidi terhadap BUMN dan dana daerah yang dipendam di perbankan perlu ditarik.

Adapun, menurut dia, isu kenaikan iuran yang menjadi sorotan saat ini hanya merupakan perkara teknis yang tidak perlu dipersoalkan, terlebih jika tidak disertai solusi dan dipenuhi oleh pertentangan.

"Menurut saya, iuran naik adalah inisiatif solusi, tetapi hanya satu solusi kecil. Perubahan kebijakan ini bisa dijalankan dan abaikan kritik yang tidak berguna," ujarnya.

Didik menilai bahwa pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada golongan masyarakat miskin untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hal tersebut perlu disertai dengan kategorisasi peserta yang tepat, di mana masyarakat yang mampu harus berada pada kelas yang sesuai.

Dia bahkan menilai bahwa terdapat moral hazard di kalangan golongan masyarakat mampu yang menambah beban BPJS Kesehatan. "Golongan yang mampu sekarang menjadi parasit BPJS," ujar Didik.

Oleh karena itu, Didik menyarankan agar pemerintah tidak memberikan subsidi kepada golongan masyarakat yang mampu. Bahkan, dia menyarankan agar golongan mampu tersebut masuk ke skema asuransi komersial.

"Skema komersial mesti dijalankan dan golongan kaya tidak boleh masuk skema subsidi sehingga BPJS Kesehatan bisa bernafas," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper