Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan agribisnis PT Eagle High Plantation Tbk. mendapatkan kredit sindikasi senilai US$383,06 juta dari dua bank pelat merah.
Berdasarkan data Bloomberg (10/12/2019), kedua bank pelat merah tersebut adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. dengan penyaluran masing-masing US$191,53 juta.
Emiten agribisnis berkode BWPT dimiliki oleh FIC Properties Sdn Bhd sebesar 37%. Perusahaan itu adalah anak perusahaan plat merah Malaysia, Felda.
Dalam laporan interim kuartal ketiga tahun ini, perusahaan memiliki total utang kepada bank sebesar Rp7,66 triliun, baik jangka panjang maupun pendek. Outstanding itu naik dari awal tahun ini yang tercatat Rp6,09 triliun.
Utang BWPT kepada BNI dan BRI pada September 2019 masing-masing tercatat Rp4,13 triliun, dan Rp1,42 triliun.
Masih mengutip laporan interimnya, pada kuartal ketiga tahun ini perusahaan masih membukukan rugi sebesar Rp799 miliar, hampir tiga kali lipat dari rugi periode sama tahun lalu.
Tren profitabilitas negatif ini melanjutkan kuartal sebelumnya, yang perusahaan mencatatkan rugi bersih Rp491,09 miliar.
Namun, Investor Relations Eagle High Plantations Sebastian Sharp sebelumnya berharap penambahan produksi dari kebun yang berada di Papua dapat mengubah laporan laba rugi perusahaan menjadi positif.
Kebun di Papua tersebut dikelola oleh anak perusahaan PT Tandan Sawita Papua [TSP] dan mulai dapat menghasilkan buah serta minyak. Di sana juga ada pabrik pengolahan dengan kapasitas 45 ton per jam.
Sebastian melanjutkan kapasitas pabrik masih dapat ditingkatkan menjadi 90 ton per jam. “Kebun di sana mencapai 11.000 hektare dengan yields lebih dari 30 ton per tahun,” sebutnya.
Adapun, BNI sebelumnya telah menargetkan kerja sama kredit sindikasi pada akhir tahun ini mencapai Rp21,9 triliun. Beberapa proyek potensial yang masuk pipeline antara lain infrastruktur jalan tol, oil & gas dan industri manufaktur.
Pemimpin Unit Sindikasi BNI Rommel TP Sitompul mengatakan perseroan masih terus menganalisis proyek-proyek potensial untuk disalurkan kredit sindikasi.
"Sampai dengan Desember 2019 masih ada 4 pipeline optimis dengan nilai total Rp21,9 triliun di sektor infrastruktur jalan tol, oil & gas dan manufaktur," katanya.
Sementara itu, meski fokus pada pengembangan usaha mikro kecil menengah, BRI pun tidak menutup kemungkinan pembiayaan sindikasi ke korporasi karena memang masih memiliki ruang pengembangan fungsi intermediasi.