Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menekankan defisit transaksi berjalan pada kuartal I/2020 akan lebih rendah dari perkiraan awal, yakni 1,5 persen dari total PDB.
"Jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 2,5 persen sampai 3 persen PDB," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam press briefing virtual, Jumat (17/4/2020).
Menurut Perry, ada tiga faktor yang membuat defisit transaksi berjalan lebih rendah pada kuartal I/2020. Pertama, dia mengungkapkan Covid-19 berdampak pada penurunan ekspor karena permintaan dan harga komoditas menurun, serta terganggunya mata rantai perdagangan dunia.
Namun, penurunan impor lebih besar dari ekspor, karena aktivitas produksi di dalam negeri turun dalam selama pandemi Covid-19. BPS mencatat Maret 2020 terjadi surplus US$743 juta, dan surplus kuartal I/2020 mencapai US$2,62 miliar.
Kedua, Perry menuturkan defisit neraca jasa mengalami penurunan, karena biaya angkut transportasi untuk impor turun sejalan dengan penurunan kegiatan impor. "Impor turun tajam, sehingga kebutuhan devisa membayar transportasi dan asuransi impor juga menurun."
Ketiga, BI melihat penurunan devisa dari sektor pariwisata. BI mencatat penurunannya lebih rendah dari perkiraaan semula. "Estimasi kami triwulan I/2020, waktu itu lebih banyak menghitung penurunan devisa inflow turis," kata Perry
Baca Juga
Namun, akibat adanya pembatasan global, kegiatan umrah dan kepergian luar negeri dari warga negara Indonesia ikut turun drastis.
Alhasil, kondisi ini ikut menekan penggunaan devisa wisatawan nusantara yang keluar negeri. Kuartal I/2020, BI memperkirakan penurunan devisa dari inflow turis sebesar US$2 miliar.
"Tapi, untuk turis keluar kami tak perhitungkan terjadi karena terjadi penurunan US$1,6 miliar [outflow turis dalam negeri]," ungkapnya.