Bisnis.com, JAKARTA — Total aset industri keuangan nonbank (IKNB) pada kuartal pertama tahun ini mencatatkan penurunan sepanjang tahun berjalan seiring kinerja asuransi yang loyo. Di sektor tersebut, aset asuransi jiwa tercatat menurun, sedangkan aset asuransi umum tumbuh.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset IKNB pada Maret 2020 mencapai Rp2.490,09 triliun. Jumlahnya meningkat 2,93 persen (year-on-year/yoy) dari posisi Maret 2019 senilai Rp2.419,3 triliun, tetapi menurun 2,64 persen (year-to-date/ytd) dibandingkan dengan Desember 2019 senilai Rp2.557,7 triliun.
Sepanjang 2019, setiap bulan total aset IKNB terus mencatatkan pertumbuhan. Namun, memasuki Januari 2020 total asetnya mulai mengalami penurunan, dan berlangsung hingga akhir kuartal pertama tahun ini.
OJK mencatat bahwa dari tujuh sektor IKNB, empat di antaranya mencatatkan penurunan total aset, yakni asuransi, dana pensiun, lembaga keuangan khusus, dan jasa penunjang. Industri asuransi mencatatkan penurunan aset hingga Rp82,03 triliun.
Dari seluruh lini bisnisnya, asuransi jiwa mencatatkan penurunan aset terbesar yakni senilai Rp61,5 triliun. Pada Maret 2020, industri asuransi jiwa mencatatkan total aset Rp529,2 triliun atau menurun 10,4 persen (ytd) dari Desember 2019 senilai Rp590,7 triliun.
Secara tahunan pun aset industri asuransi jiwa mencatatkan penurunan. Nilai aset pada Maret 2020 menurun 7,2 persen (yoy) jika dibandingkan dengan Maret 2019 senilai Rp570,6 triliun.
Sementara itu, industri asuransi umum mencatatkan nilai aset Rp173,4 triliun pada Maret 2020. Jumlah tersebut tercatat tumbuh, baik jika dilihat secara tahun berjalan maupun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Catatan aset asuransi umum pada Maret 2020 tumbuh 5,86 persen (ytd) dari posisi akhir Desember 2019 senilai Rp163,8 triliun. Perolehan aset itu pun meningkat 12,74 persen (yoy) dari posisi Maret 2019 senilai Rp153,8 triliun.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menjelaskan bahwa penurunan total aset asuransi jiwa disebabkan penempatan asetnya yang sebagian besar berbentuk investasi. Gejolak pasar modal akan sangat memengaruhi pergerakan nilai aset industri.
Menurutnya, sejak awal tahun terjadi penurunan nilai cukup tajam dari saham dan obligasi, yang juga berimbas terhadap turunnya kinerja reksadana. Kondisi tersebut dibarengi minimnya pendapatan dari premi baru yang dipengaruhi sentimen kasus Jiwasraya dan penurunan daya beli konsumen.
"Berbeda dengan asuransi umum, portofolio investasinya jarang ditempatkan di saham atau reksadana saham. Tenor liabilitas perusahaan asuransi umum bersifat tahunan, sehingga mereka lebih banyak menempatkan uang di instrumen pasar uang, jadi tidak terimbas penurunan saham dan obligasi," ujar Irvan kepada Bisnis, Selasa (9/6/2020).
Dia menjelaskan bahwa industri asuransi jiwa perlu melakukan switching investasi untuk bisa menjaga kinerjanya, terlebih di tengah kondisi perekonomian yang tidak pasti. Langkah itu pun perlu disertai upaya restrukturisasi.
"Salah satu cara adalah dengan switching beralih ke Surat Berharga Negara [SBN] dan deposito sekarang sampai dua tahun ke depan, seperti yang dilakukan perusahaan asuransi umum. SBN sebaiknya dilakukan di primary market meskipun harus melalui penjatahan saat lelang SBN," ujarnya.
Selain itu, Irvan menilai bahwa industri perlu menambah modal untuk menjaga potensi kerugian rata-rata akibat terganggunya kinerja investasi. Upaya tersebut dilakukan untuk menjaga posisi risk based capital (RBC).