Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Bank Bertahan dari Pandemi Corona dan Masuki New Normal

Narasumber yang hadir yaitu Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah dan Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dengan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Fahmi Achmad sebagai moderator.
Webinar LPS, BCA, dan Bisnis Indonesia, Rabu (10/6/2020)
Webinar LPS, BCA, dan Bisnis Indonesia, Rabu (10/6/2020)
Live Timeline

Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis Indonesia bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan PT Bank Central Asia Tbk. menyelenggarakan webinar New Normal dan Mitigasi Bisnis Perbankan Saat Wabah Covid-19 pada Rabu (10/6/2020) pukul 10.00 hingga 12.00.

Dalam webinar ini akan dibahas mengenai kesiapan sektor perbankan dalam memasuki era kenormalan baru atau new normal serta pengalaman regulator dan pelaku industri dalam menghadapi krisis.

Narasumber yang hadir yaitu Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah dan Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dengan Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Fahmi Achmad sebagai moderator.

Webinar ini bisa diikuti dengan registrasi melalui link https://tinyurl.com/webinarperbankan atau melalui Youtube Bisniscom dan Youtube LPS_IDIC_Official. Simak update informasi webinar tersebut di artikel ini.

14:27 WIB
Ada Corona, Dunia Semakin Mengarah ke Digital

Karena penyebaran virus corona, saat ini dunia semakin mengarah ke perbankan digital. Hal ini merupakan salah satu hal positif di samping sejumlah efek negatif dan risiko yang dihadapi industri perbankan akibat pandemi Covid-19.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan secara perlahan dunia mengarah ke digital.

Apalagi dengan suasana sekarang yang mendorong lebih banyak orang belajar mendalami digitalisasi. Misalnya untuk kegiatan sekolah yang berbentuk school from home, orang tua mau tak mau ikut mendampingi anak mengoperasikan Zoom dan aplikasi lain.

Digital payment juga melesat luar biasa. Sebelumnya hanya naik 2-3 persen per bulan, saat ini peningkatannya bisa sampai 20-30 persen secara kumulatif dan jumlah yang menggunakan jauh lebih tinggi dibandingkan pengguna ATM," katanya.

Menurut Jahja, transaksi perbankan saat ini beralih ke digitalisasi dalam bentuk e-banking, internet banking, e-wallet. Peralihan ini dinilai sangat membantu efisiensi perusahaan dibandingkan dengan melayani pembayaran tunai.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

14:20 WIB
Pembukaan Rekening Online BCA 5.100 Akun per Hari

Aktivitas masyarakat yang lebih banyak di rumah selama masa pandemi Covid-19 mendorong transaksi elektronik naik signifikan.

Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan saat ini belum ada inovasi terbaru yang disiapkan oleh perseroan dan lahir dari momen krisis Covid-19 ini.

“Namun, yang terbaru layanan kami bisa buka rekening ke cabang dengan video banking per hari rata-rata ada 3,000 rekening baru yang dibuka, dengan digital hanya telepon dan video banking 5.100 per hari. Ini lebih besar dari aktivitas di kantor cabang,” ujarnya.

Selain itu, Jahja juga menyebutkan pihaknya kaget melihat aktivitas transaksi menggunakan virtual account yang tinggi. Pihaknya pun akan mengembangkan fitur-fitur yang menghasilkan pundi-pundi pendapatan berbasis komisi atau fee based income.

“Dengan maraknya e-commerce kami cuma dapat Rp1.000 dibagi dua, dikali jutaan transaksi per hari dan fee based income (FBI) yang bisa kami dapatkan di samping fee dari top up. Untuk setiap top up kena biaya Rp1.000 ini. Ini FBI yang luar biasa, sebab ada jutaan transaksi setiap hari. Hal-hal ini yang kami kembangkan,” paparnya.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

14:04 WIB
Bos BCA Bicara soal Bank Cilik di tengah Wabah Corona

Tak hanya bank-bank besar yang menghadapi tantangan di masa pandemi, bank kecil atau kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) I.

Tantangan yang dihadapi bank BUKU I pun beragam, seperti likuiditas dan juga digitalisasi. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan sebelum ada pandemi Covid-19 pun, bank cilik kesulitan investasi untuk digitalisasi.

Padahal, di masa pembatasan aktivitas seperti sekarang ini, digital banking sangat dibutuhkan masyarakat. "Kalau ATM masih bisa join perusahaan switching, bisa nerbitin kartu sendiri. Sementara, untuk digital sampai sekarang belum bisa co-branding dengan bank lain," katanya.

Jahja berpendapat di tengah kondisi penyebaran virus corona saat ini, bank BUKU I tidak bisa agresif dalam menyalurkan pinjaman dan lebih memperhatikan kondisi arus kas.

"Sekarang proses restrukturisasi kan sudah berjalan sekitar 30 persen, harus sudah lihat arus kas, yang penting nutupin operasional. Profitabilitas bagaimana apakah melebihi cost, kalau enggak nanti modal bisa tergerus," ujar Jahja.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

13:14 WIB
Kamuflase Restrukturisasi Kredit

Dalam memberikan restrukturisasi kredit kepada nasabah, Bank BCA menerapkan prinsip kehati-hatian.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan di sisi lain, restrukturisasi kredit memiliki sisi negatif, yaitu mengkamuflase nasabah yang tidak sanggup membayar, tetapi statusnya tetap lancar.

Perseroan pun tetap mengusahakan pembentukan pencadangan secara normal. Pihaknya memilih membantuk pencadangan untuk para debitur yang kesulitan daripada membawa masalah ke depan.

"Ini semacam kosmetik, seperti aplikasi face app yang mengubah muka tua jadi muda, tetapi intinya tetap tua. Itu harus didalami dan dihitung karena kami tidak mau mengelabuhi investor pemegang saham, cantik tetapi dalamnya borok dan tahun depan [masalah] baru keluar," kata Jahja.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

12:56 WIB
Pengelolaan Likuiditas saat Pandemi Bisa Disiasati

Pengetatan likuiditas menjadi salah satu risiko yang membayangi perbankan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini disebabkan para nasabah yang terdampak perlu menunda membayar angsuran melalui program restrukturisasi.

Walaupun ada risiko likuiditas, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyatakan bukan tidak mungkin bank dapat menyiasati kondisi likuditasnya, terlebih tidak semua debitur membutuhkan keringanan kredit.

"Bank hanya perlu kebutuhan operasional yang disiapkan dan dalam titik ini bank tidak akan ekspansi," katanya.

Dia berpendapat jika sebelum Covid-19 bank sudah mengalami masalah likuiditas, maka bisa terjadi short liquidity. Selain itu, tekanan likuiditas juga bisa terjadi jika bank banyak menjadikan obligasi sebagai sumber dana yang jatuh tempo atau nasabah kakap menarik dananya.

Namun, jika bank bisa meyakinkan nasabah besar untuk tidak menarik dan mempercayakan dananya di saat pandemi, maka tekanan likuiditas tidak akan terjadi.

"Kalau masalah penyaluran kredit kan hak bank, mau kurangi atau setop saat likuiditas berkurang. Bank bisa kontrol, enggak harus paksa lepas kredit di tengah pandemi dan saat likuiditas kurang," jelasnya.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

12:33 WIB
Beda Krisis Ekonomi 1998 dan Krisis Corona 2020

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memaparkan perbedaan krisis ekonomi 1998 dengan krisis kesehatan yang disebabkan oleh virus corona pada tahun ini.

Jika krisis 1998 lebih memukul kelas atas atau para konglomerat, wabah corona berdampak ke seluruh lapisan masyarakat.

"Krisis 1998 yang kena itu upper class, para konglomerat tunggang langgang ada yang masuk BPPN [Badan Penyehatan Perbankan Nasional]. Covid-19 sekarang ini yang kena masyarakat luas," katanya.

Jahja menjelaskan pembatasan aktivitas untuk memutus rantai penyebaran virus corona menyebabkan kegiatan bisnis lumpuh, dari mall hingga pasar tradisional. Padahal, banyak masyarakat yang menggantungkan pendapatan dari sini.

"Awal-awal PSBB dilarang mengangkut penumpang, pengemudi taksi dan ojol masih bisa antar barang, tetapi ojek tradisional tidak punya fitur angkut barang. Kuli pelabuhan, buruh pabrik, semua terkena. Ini seperti orang stroke," ujarnya.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

12:16 WIB
Bank Besar Tetap Salurkan Kredit Ke Proyek Infrastruktur

Bank besar tetap melakukan penyaluran kredit untuk proyek-proyek pemerintah di bidang infrastruktur.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyampaikan pihaknya bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) hingga saat ini tetap memproses penyaluran kredit untuk proyek infrastruktur pemerintah seperti jalan tol, pelabuhan, maupun bandara.

Namun, hal sebaliknya dilakukan ke industri manufaktur karena penerapan pembatasan sosial yang membuat sektor tersebut tidak berproduksi secara normal.

Menurutnya, sebagai bank besar, BCA tidak bisa fokus hanya menyalurkan kredit ke satu industri ataupun satu segmen. Bank BCA siap melayani kredit semua sektor mulai dari korporasi hingga konsumen.

Hanya saja, bank juga perlu melihat kondisi sektor bersangkutan saat memproses penyaluran kredit, terutama di tengah ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

12:11 WIB
BCA Sempat Khawatir Beri Keringanan Kredit

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyatakan perseroan pada awalnya khawatir dalam merestrukturisasi kredit para debitur di tengah pandemi.

Pasalnya, kredit yang disalurkan bank merupakan dana masyarakat yang disimpan dan akan bahaya jika debitur tidak mau membayar cicilan kredit.

"Namun, sesudah Maret, April, Mei kami jalani, ternyata yang terjadi perkiraan kami nasabah korporasi yang butuh restrukturisasi hanya 14 persen," ujarnya.

Menurutnya, penanganan restrukturisasi tiap nasabah pun berbeda tergantung ketahanan dan situasi yang dihadapi. Hal inilah yang dinilai Jahja menyebabkan proses restrukturisasi tidak mudah.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

11:58 WIB
Bos BCA Sebut Pandemi Corona Ibarat Penyakit Stroke

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja membandingkan kondisi krisis Covid-19 saat ini dengan krisis sebelumnya.

Krisis ekonomi pada 1998 diibaratkan seseorang yang terkena serangan jantung, kemudian diberikan perawatan dan bisa pulih kembali. Sementara, pada krisis 2008 dia menyebutkan seperti penyakit migran yang bisa segera sembuh.

"Sekarang ini seperti stroke yang recovery-nya lebih lama daripada jantung. Ini stroke tidak mematikan tetapi akan lama menurut saya," kata Jahja.

Dengan perjalanan beberapa krisis, Jahja pun menyampaikan terdapat beberapa pelajaran yang bisa diambil untuk menguatkan sistem perbankan Tanah Air, salah satunya adalah penjaminan simpanan masyarakat di bank oleh LPS.

"Sekarang dengan adanya penjaminan dari LPS, masyarakat lebih tenang. Ini salah satu pelajaran dari krisis," katanya.

(Reportase: Ni Putu Eka Wiratmini)

11:36 WIB
Simpanan di Bank Naik di Masa Pandemi, Meski Melambat

Walaupun ada pandemi Covid-19, simpanan masyarakat di perbankan masih mengalami pertumbuhan hingga Mei 2020.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menyebutkan hingga April 2020, tren simpanan masyarakat di perbankan masih terus tumbuh. Sementara, pada Mei 2020 tumbuh tetapi melambat.

"Saya melihat komposisinya, masyarakat Indonesia menjadi lebih konservatif, penggunaan uang kartal menjadi sedikit karena konsumsi menurun dan menaruh uang di bank," ujarnya.

Menurut Halim, pertumbuhan simpanan di bank tersebut berarti masyarakat masih menganggap aman perbankan untuk menyimpan dana mereka.

(Reportase: Wibi Pangestu P.)

11:24 WIB
Pemulihan Ekonomi di Indonesia Diproyeksi Cukup Cepat

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menyatakan pihaknya tetap optimistis terkait dengan proses pemulihan ekonomi dalam negeri.

Beberapa pihak dari luar negeri melihat Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang recovery-nya cukup cepat di kawasan Asia Pasifik, walaupun tidak termasuk yang tercepat.

Menurutnya, dalam mengatasi pandemi Covid-19 tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah karena juga diperlukan juga peran masyarakat. "Kita semua memiliki peran dan tanggung jawab," kata Halim.

Proses pemulihan ini juga dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi dan kesehatan tiap negara. Halim menyebutkan, beberapa negara yang menjadi rujukan penanganan virus corona antara lain China, Australia, Selandia Baru, dan Vietnam.

(Reportase: Wibi Pangestu P.)

11:03 WIB
Respons Kebijakan LPS saat Pandemi Corona

Untuk meredam dampak pandemi ke sektor perbankan, LPS pun merespons dengan berbagai kebijakan. Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan pihaknya berupaya agar situasi yang ada saat ini menganggu masyarakat.

"Bersama suku bunga BI rate, LPS juga menurunkan suku bunga penjaminan, yaitu rupiah 5,5 persen, valas 1,5 persen, dan BPR 8,0 persen," ujarnya.

LPS juga menurunkan denda keterlambatan premi menjadi 0 persen mulai Juli hingga akhir 2020. Selain itu, LPS mengutamakan pengembalian dana pemerintah dalam program pemulihan ekonomi.

Perppu Nomor 1/2020 juga memberikan ruang bagi LPS untuk mengambil langkah antisipatif jika terjadi penurunan, seperti LPS bisa mengubah atau memperluas program penjaminan. Termasuk dalam menangani bank gagal, lanjut Halim, LPS diberikan kewenangan yang lebih besar.

"Tentu ini memerlukan pendanaan, kami bisa menerbitkan surat utang sendiri hingga meminjam dari pemerintah yang dananya bisa berasal dari BI," kata Halim.

(Reportase: Wibi Pangestu P.)

10:46 WIB
Tiga Risiko Perbankan dalam Hadapi Dampak Corona

Sektor perbankan tidak luput dari dampak penyebaran virus corona. Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan terdapat tiga risiko besar yang dihadapi sektor ini.

Ketiga risiko tersebut yaitu kredit macet, risiko pasar, dan risiko likuiditas.

Oleh karena itu, pemerintah bersama OJK, LPS, dan Bank Indonesia bersama mengambil langkah kebijakan untuk menekan dampak virus corona, salah satunya ke sektor keuangan.

Kebijakan yang dirilis OJK antara lain program relaksasi restrukturisasi kredit, BI mengurangi risiko likuiditas dengan quantitative easing, LPS menurunkan suku bunga penjaminan serta menurunkan denda keterlambatan premi mulai Juli hingga akhir 2020, dan pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).

(Reportase: Wibi Pangestu P.)

10:27 WIB
Wabah Corona Gerogoti Ekonomi

Wabah virus corona yang mulai menyebar pada awal tahun ini menyebabkan kontraksi ekonomi di berbagai negara.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan di Indonesia, sebelum ada Covid-19 ekonomi diproyeksikan tumbuh 5,3 persen. Namun, Covid-19 menyebabkan berbagai masalah di dalam negeri, seperti permintaan dan penawaran yang lemah, masalah di sektor keuangan dan sosial, dan sebagainya.

Dengan kondisi tersebut, ekonomi Indonesia pun diperkirakan hanya tumbuh 2,3 persen pada 2020. Realisasi pada 3 bulan pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi nasional hanya sebesar 2,97 persen dari yang biasanya sebesar 5 persen.

Padahal, virus corona baru diumumkan pada kisaran Maret 2020. Dengan demikian, dampak yang disebabkan oleh Covid-19 ini begitu besar. Diperkirakan pada kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia terkoreksi cukup dalam.

Namun, dengan berbagai respons kebijakan yang telah dirilis pemerintah bersama regulator, diharapkan pada paruh kedua 2020 ekonomi bisa tumbuh kembali.

(Reportase: Wibi Pangestu P.)


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper