Bisnis.com, JAKARTA — PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) merekomendasikan instrumen reksa dana pendapatan tetap untuk investor yang mengutamakan stabilitas. Namun, reksa dana saham tetap disarankan bagi investor yang memiliki horison investasi jangka panjang karena menawarkan potensi upside yang lebih agresif.
Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist, menilai aset saham maupun obligasi bakal menawarkan potensi upside yang menarik di masa mendatang seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Adapun, yang membedakan kedua kelas aset tersebut hanya pada volatilitas pasarnya.
“Sesuai dengan karakternya dan juga iklim ekonomi yang ada saat ini, reksa dana saham akan memiliki tendensi volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi yang cenderung lebih stabil,” tulis Katarina dalam Seeking α yang dirilis bulanan oleh MAMI, Senin (13/7/2020).
Menurut Katarina, kebijakan. moneter dan fiskal yang longgar secara global bakal menurunkan imbal hasil obligasi global mendekati 0 persen atau bahkan ke zona negatif. Hal itu akan membuat para investor global mencari imbal hasil yang lebih menarik terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Adapun, Indonesia merupakan negara dengan obligasi berperingkat investment grade yang menawarkan imbal hasil Surat Utang Negara bertenor 10 tahun pada kisaran 7 persen. Katarina mengatakan bahwa predikat investment grade dan imbal hasil tinggi tersebut berpeluang menarik minat investor asing untuk mengakumulasikan aset surat utang Tanah Air..
Sementara itu, pemerintah juga telah menyetujui skema burden sharing dengan BI yang berpotensi menekan suplai penerbitan SBN. Selain itu, kehadiran BI untuk menyerap penerbitan SBN pemerintah juga akan menjaga stabilitas di pasar surat utang.
Baca Juga
Beralih ke pasar saham, Katarina menunjukkan saat ini pasar belum memperhitungkan atau pricing in terhadap potensi perbaikan ekonomi dan kinerja emiten pada 2021. Adapun, IHSG masih bertahan di zona merah sejak awal tahun dengan pelemahan sebesar 19,61 persen ke level 5.064 pada akhir perdagangan Senin (13/7/2020).
Menurut Katarina, kinerja IHSG mengindikasikan bahwa pasar telah memperhitungkan potensi pelemahan fundamental emiten pada 2020. Berdasarkan konsensus pasar, laba emiten yang tergabung dalam IHSG akan terkontraksi 22 persen pada tahun ini.
Namun demikian, laba emiten diperkirakan membaik dengan pertumbuhan 2 persen pada 2021. Prospek baik ini yang disebut Katarina belum terlalu dihargai oleh pelaku pasar saat ini.
“Kedepannya, kesuksesan pemerintah mengatasi pandemi selama periode new normal menjadi faktor penting dalam mendorong kinerja pasar saham,” tulis Katarina.
Berdasarkan data Infovesta Utama per 10 Juli 2020, dalam periode tahun berjalan, kinerja indeks reksa dana pendapatan tetap yang tercermin lewat Infovesta Fixed Income Fund Index tercatat sebesar naik 2,48 persen. Sementara itu indeks reksa dana saham yang tercermin lewat Infovesta Equity Fund Index dengan kinerja turun sebesar -23,98 persen.