Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Permata Tbk. mengumumkan kinerja perusahaan sepanjag semester I 2020.
Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid-19, Bank Permata membukukan pertumbuhan laba operasional sebelum pencadangan sebesar 24,2 persen.
Perseroan menyebutkan kualitas aset tetap terkendali dengan posisi permodalan yang sangat kuat dan likuiditas terjaga dengan optimal. Penyaluran kredit dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan difokuskan pada nasabah yang sehat.
Baca Juga : BNLI Prediksi Laba Turun 50 Persen pada 2020 |
---|
Bank Permata mencatatkan pendapatan operasional sebelum pencadangan senilai Rp1,7 triliun, tumbuh 24,2 persen year-on-year (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terutama dikontribusikan oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 12,1 persen yoy.
Hal ini sejalan dengan pencapaian rasio marjin bunga bersih (net income margin/NIM) menjadi 4,5 persen atau meningkat dari 4,2 persen di periode yang sama tahun lalu.
Rasio cost to income ratio (CIR) tercatat sebesar 58,7 persen, terus membaik secara signifikan dibandingkan posisi tahun lalu sebesar 62,8 persen.
Sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi dampak Covid-19, pada semester I/2020 emiten dengan kode saham BNLI ini telah mengalokasikan biaya pencadangan penurunan kualitas aset yang cukup signifikan sebesar Rp1,1 triliun dengan memperhitungkan potensi peningkatan kerugian kredit sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan perekonomian yang berdampak pada profil risiko portofolio kredit.
Ridha D.M. Wirakusumah, Direktur Utama Bank Permata, mengatakan pada paruh pertama tahun ini pihaknya bersyukur dapat tetap menjaga pertumbuhan laba operasional sebelum pencadangan, didukung dengan posisi likuiditas dan permodalan yang kuat.
"Dengan dukungan Bangkok Bank Plc sebagai pemegang saham pengendali yang baru, kami optimistis akan membukukan pertumbuhan bisnis secara berkesinambungan didukung dengan permodalan yang kuat untuk mendukung pertumbuhan dan pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia paska pandemi," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (14/8/2020).
Bangkok Bank sebagai pemegang saham pengendali yang baru sangat berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan bisnis Bank Permata dalam jangka panjang, dengan sinergi bisnis yang menyeluruh baik di sektor UMKM maupun korporasi.
Hal tersebut memberikan angin segar di tengah periode yang cukup berat bagi semua industri, tidak terkecuali perbankan baik di Indonesia maupun dunia.
Nasabah melakukan transaksi perbankan melalui anjungan tunai mandiri Bank Permata di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Adapun, sebagai akibat dari penurunan tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) dari 25 persen menjadi 22 persen yang berlaku efektif pada Maret 2020, Bank Permata juga mengakui tambahan beban pajak tangguhan yang berdampak pada penurunan laba setelah pajak.
Di tengah tantangan yang timbul sebagai dampak pandemi Covid-19 terhadap pertumbuhan kredit yang diberikan, perseroan tetap memfokuskan penyaluran kredit bagi nasabah yang sehat.
Penurunan kredit yang diberikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit yang dikontribusikan oleh perlambatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia dan penerapan prinsip kehati-hatian untuk menjaga kualitas portofolio kredit.
Selama kuartal II/2020 sejalan dengan arahan regulator, perseroan melaksanakan program restrukturisasi dan relaksasi kredit bagi nasabah yang terdampak Covid-19.
Sampai dengan akhir bulan Juni 2020, sekitar 15 persen dari portofolio kredit yang diberikan mengajukan permohonan restrukturisasi dan relaksasi, di mana sebagian besar telah diselesaikan.
Rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) optimum sebesar 80,7 persen pada Juni 2020 dan rasio dana murah atau CASA yang cukup kuat sebesar 52,1 persen. Pertumbuhan tabungan dan giro sebesar 11 persen yoy menunjukkan bahwa.
Dari sisi permodalan, rasio common equity tier 1 (CET-1) dan capital adequacy ratio (CAR) juga terjaga dengan kuat pada posisi Juni 2020 masing-masing sebesar 20,2 persen dan 21,3 persen, meningkat dibandingkan dengan 18,4 persen dan 19,8 persen pada periode yang sama tahun lalu, jauh lebih tinggi dari ketentuan minimum modal yang berlaku.
Walaupun kemampuan keuangan debitur terpengaruh oleh dampak pandemi di semua industri, tetapi non-performing loan (NPL) perseroan dapat dikelola dengan baik di level yang aman.
Rasio NPL gross tercatat sedikit meningkat ke level 3,7 persen dibandingkan dengan Juni 2019 yang sebesar 3,6 persen, dengan NPL net yang terjaga pada level 1,8 persen dibandingkan dengan posisi Juni 2019 sebesar 1,3 persen.
Perseroan melakukan upaya berkelanjutan untuk perbaikan NPL melalui restrukturisasi kredit bermasalah, penghapusan kredit, penjualan kredit NPL dan pertumbuhan kredit good book.