Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) industri perbankan diperkirakan mencapai 5 persen sampai 6 persen jika kebijakan restrukturisasi tidak diterapkan.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan rasio NPL tersebut masih jauh dari kondisi krisis ekonomi 1998.
Bahkan, hingga saat ini, industri perbankan dinilai masih kuat menghadapi pandemi Covid-19 dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang masih terhitung tinggi yakni sebesar 22,6 persen.
Rasio kecukupan modal tersebut juga masih bisa menopang NPL perbankan yang saat ini menyentuh level yang lebih tinggi dari sebelumnya yakni 3,11 persen per Juni 2020. Ditambah dengan kebijakan restrukturisasi kredit, NPL juga dapat ditekan dan bank tidak perlu membentuk CKPN.
"Sektor perbankan in general quite well, walaupun kredit berada di titik lowest karena demand rendah dan loan to deposit juga rendah karena nasabah prefer put money di tabungan dan deposito," katanya dalam forum diskusi finansial yang digelar Bisnis, Selasa (1/9/2020).
Siddik menerangkan jika kebijakan relaksasi tidak diberikan otoritas, NPL bisa mencapai 5 persen sampai 6 persen dan berdampak menggerus laba bank. Pasalnya, NPL yang meningkat membuat bank harus menyisihkan biaya pencadangan yang lebih tinggi sehingga laba berkurang.
Baca Juga : Market Conduct Harus jadi Fokus di Kala Krisis |
---|
Menurutnya, ada beberapa hal yang di luar kuasa pelaku kepentingan dalam menghadapi krisis yakni market conduct atau perilaku pasar. Saat ini pelaku kepentingan hanya mampu mengidentifikasi penerapan wewenenang tata kelola daripada merombank regulasi yang ada karena perbankan maupun pelaku jasa keuangan lainnya memerlukan penyesuaian.
"Kita harus sama-sama duduk bareng tentukan apa yang dibutuhkan dan terbaik untuk industri perbankan, kebijakan makro, dan framework regulatory institusi," katanya.