Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. meyakini permodalan perseoran masih bisa menjadi bantalan atas pemburukan kualitas kredit yang kemungkinan terjadi akibat pandemi Covid-19.
BCA mencatatkan rasio kecukupan permodalan (capital adequacy ratio/CAR) per semester I/2020 adalah sebesar 22,9%. Rasio CAR ini menurun 0,7% dibandingkan posisi semester I/2019.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) per semester I/2020 di BCA juga naik dari 1,4% (gross) per Juni 2019 menjadi 2,1% (gross) per Juni 2020.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan saat ini modal yang dimiliki BCA mencapai Rp150 triliun dengan laba tahun lalu mencapai Rp28,6 triliun. Selama BCA masih mampu membukukan laba, peningkatan NPL diyakini tidak akan menggerus CAR.
Bahkan, ketika NPL BCA naik per semester I/2020 lalu, BCA masih bisa membukukan laba Rp12,24 triliun, kendati memang realisasi tersebut menurun 4,8% dibandingkan posisi semester I/2019.
"Selama (masih) profit kan modal bertambah terus, tidak perlu nambah modal selain dari profit," katanya kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).
Baca Juga
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan perseroan mencermati bahwa permodalan industri perbankan saat ini masih sangat tebal. Bank BCA pun masih kuat menghadapi tantangan tahun ini, terutama resesi, kendati kredit dan laba diperkirakan masih mengalami penurunan tahun ini.
Di samping profit, saat ini bank juga menilai penting untuk menjaga likuiditas lantaran belum ada kepastian tekanan dan dampak akibat pandemi Covid-19 akan berakhir. Jika likuiditas terjaga, bank akan mudah untuk melakukan pemulihan ketika pandemi sudah mereda.
"BCA juga senantiasa melakukan stress test dengan berbagai skenario. Secara umum, hasil stress test menunjukkan bahwa posisi likuiditas dan permodalan BCA dan anak perusahaan cukup memadai dalam mengantisipasi kerugian dari potensi risiko-risiko yang dihadapi, berdasarkan skenario-skenario yang disusun," katanya.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang mengaku tidak bisa menghitung secara pasti sejauh mana CAR bisa menjadi bantalan terhadap peningkatan NPL. Apalagi, persoalan turunnya CAR tidak semata-mata karena faktor NPL.
Saat ini, perbankan memang perlu menjaga NPL dengan melakukan restrurisasi yang efektif dan pencairan kredit yang selektif serta memonitor sektor atau bisnis yang masih prospektif dalam masa pandemi.
"CAR naik sedikit karena volume atau ekspansi [kredit] tidak besar. Kalau volume kredit naik maka bisa jadi ekspansi itu terjadi ke segmen yang bobot risiko rendah, misalnya UKM dan sektor prioritas pemerintah," katanya.