Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank OCBC NISP membuka peluang untuk menambah pinjaman luar negeri namun untuk penarikannya dilakukan dengan memperhatikan perkembangan kondisi pasar.
Menurut Direktur Bank OCBC NISP Hartati, perseroan senantiasa menjajaki pendanaan berupa fasilitas pinjaman yang sejalan dengan prinsip bank. Upaya mencari pinjaman juga senantiasa melihat perkembangan kondisi pasar.
Terakhir Bank OCBC NISP meraih pinjaman dari IFC sebesar US$200 juta pada Maret 2020. Hartati mengatakan kerja sama perseroan dengan IFC merupakan upaya bank untuk menghadirkan solusi keuangan berkelanjutan bagi nasabah sehingga mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan dan sosial. Pendanaan tersebut akan digunakan untuk menyediakan pembiayaan berwawasan lingkungan dan memberdayakan wanita dalam membangun bisnis yang berkelanjutan.
"Ke depannya, Bank OCBC NISP senantiasa terbuka menjajaki pendanaan berupa fasilitas pinjaman yang sejalan dengan prinsip bank dan perkembangan kondisi yang ada," katanya, Jumat (16/10/2020).
Sampai dengan Agustus 2020, pertumbuhan utang luar negeri untuk kelompok bank swasta asing tercatat paling tinggi. Bank Indonesia mencatat posisi utang luar negeri untuk kelompok peminjam bank pada akhir Agustus 2020 sebesar US$34,99 miliar, atau meningkat 1,07% secara year on year (yoy).
Pertumbuhan pada Agustus 2020 berbalik positif dari bulan sebelumnya yang tercatat turun 1,77% yoy. Kenaikan ini terutama didorong oleh kelompok peminjam bank swasta asing sebesar 13,97% yoy dan bank BUMN 9,78% yoy. ULN kelompok peminjam bank swasta asing sebesar US$2,04 miliar, sedangkan bank BUMN sebesar US$8,31 miliar.
Baca Juga
Adapun posisi ULN bank swasta nasional sebesar US$17,35 miliar atau meningkat 3,52% yoy. Sementara posisi ULN bank swasta campuran sebesar US$7,29 miliar atau turun 14,03% yoy.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai kenaikan utang luar negeri bank swasta asing masih dalam batas wajar. Sebab, bank swasta asing umumnya mengandalkan pembiayaan atau utang luar negeri dibandingkan dengan mencari pendanaan dalam negeri.
Hal ini lantaran utang luar negeri lebih murah dibandingkan DPK dalam negeri. Secara umum, kata dia, sumber DPK bank asing tidak banyak berasal dari dalam negeri.
"Jadi sangat wajar kalau kenaikan utang luar negeri bank swasta asing lebih tinggi," katanya, Kamis (15/10/2020).
Lebih lanjut, Senior Faculty LPPI Moch Amin Nurdin memperkirakan kenaikan ULN kelompok peminjam bank berasal dari fasilitas pinjaman yang belum sempat ditarik. Penarikan ULN juga didorong oleh menguatnya rupiah terhadap dolar.
Adapun, penggunaan ULN diperkirakan untuk perbaikan infrastruktur digital banking. Apalagi pandemi mempercepat akselerasi pemanfaatan digital di industri perbankan.
"Ada kemungkinan untuk investasi di infrastruktur IT. Karena kalau untuk kepentingan lain, secara umum likuiditas bagus dan berlebih. Dalam hal penyaluran kredit juga cenderung menurun," ujarnya