Bisnis.com, JAKARTA – Konglomerat Chairul Tanjung menyuntikkan modal Rp100 miliar untuk PT. Bank Pembangunan Daerah Bengkulu.
Suntikan dari Chairul Tanjung ini untuk memenuhi kekurangan modal bank milik pemerintah daerah itu guna memenuhi aturan Otoritas Jasa Keuangan bahwa bank umum memiliki modal minimal Rp1 triliun pada akhir 2020.
"Senin depan kami akan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) dan disana akan ditentukan segala macam, sekitar dua tiga hari setelah itu uangnya akan masuk," kata Komisaris Utama (Komut) Bank Bengkulu Ridwan Nurazi, seperti dilansir Antara, Selasa (17/11/2020).
Ia menyebutkan saat ini modal inti Bank Bengkulu untuk mencapai seperti yang diatur dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum untuk 2020 minus sebanyak Rp134 miliar.
"Di tahun berikutnya [2021, modal inti tier I] itu harus Rp2 triliun, tahun berikutnya lagi harus Rp3 triliun, untuk ini saja [Rp134 miliar] kita sudah pontang-panting, ya kan, tetapi nanti ada yang namanya KUB kelompok usaha bank," paparnya.
Ridwan menyebutkan selain Chairul Tanjung, kekurangan modal Bank Bengkulu uga akan diraih melalui penjualan saham seri B ke beberapa perusahaan besar di Bengkulu.
Chairul Tanjung sendiri untuk tahap pertama akan masuk melalui PT Mega Corpora. Tahap berikutnya untuk mengejar modal Rp2 triliun akan disalurkan pada April 2021.
Ia menyebutkan dengan kepastian ini maka isu Bank Bengkulu akan turun kasta menjadi Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) terbantahkan. Ridwan menyebutkan akibat isu ini sejumlah nasabah Bank Bengkulu sempat panik hingga menarik uangnya.
"Karena isu itu ada beberapa nasabah kita sudah narik duit-nya dari Bank Bengkulu karena dikira akan menjadi BPR betulan. Jadi itu tidak benar dan dijamin Bank Bengkulu tidak akan turun menjadi BPR," kata Ridwan di Bengkulu, Selasa.
Ridwan meminta nasabah Bank Bengkulu tetap tenang dan tidak mempercayai isu tersebut, sebab Bank Bengkulu tidak mungkin turun status menjadi BPR.
Isu Bank Bengkulu turun status menjadi BPR muncul lantaran hingga kini pihak manajemen belum mampu memenuhi modal inti sebesar Rp1 triliun yang menjadi persyaratan bank umum kegiatan usaha (BUKU) II.