Bisnis.com, JAKARTA - Platform teknologi finansial (fintech) berpotensi ikut menjadi mitra strategis perbankan syariah pelat merah dalam membangun ekosistem pembiayaan pelaku usaha produk halal di Indonesia.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo mengungkap bahwa terbentuknya ekosistem industri keuangan syariah yang bulat telah menjadi target pemerintah hingga 2024.
"Fintech peer-to-peer lending, sistem pembayaran digital syariah, dan marketplace halal memiliki peran penting untuk menstimulus pertumbuhan sektor industri halal Indonesia," ujarnya dalam diskusi virtual bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Senin (23/11/2020).
Ventje menekankan peran fintech ini terutama dalam mendukung penyediaan kebutuhan layanan keuangan di kawasan industri halal (KIH). Baik dalam bentuk kemudahan transaksi, maupun penyediaan pinjaman terhadap para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) syariah.
Head of Digital Business PT Bank BNI Syariah Amirul Wicaksono sepakat bahwa kolaborasi, terutama bersama fintech lending, bakal mempercepat penetrasi pembiayaan UMKM.
Pasalnya, fokus dari merger BNI Syariah bersama PT Bank BRISyariah Tbk. dan PT Bank Syariah Mandiri bukan hanya berada di satu bidang. Segala kemungkinan untuk mempercepat proses bisnis di berbagai pangsa pasar akan begitu dipertimbangkan.
Baca Juga
"Jadi di tahap konsolidasi ini, kita sedang dalam proses diskusi memilih segala sesuatu yang terbaik dari masing-masing perusahaan, sekaligus menambahkan yang selama ini belum ada di kita semua. Fintech pasti ambil peran di tengah era kolaborasi kami ini," ungkapnya.
Amirul pun mengakui bahwa hal ini juga demi mengabulkan ekspektasi bahwa perbankan syariah harus menjadi penggerak utama ekonomi syariah. Serta mengatasi tantangan adanya fenomena banyaknya UMKM yang berada di ekosistem syariah, ketika naik kelas dan butuh modal yang tinggi kebanyakan masih diambil oleh perbankan konvensional, bukan perbankan syariah.
Dalam kesempatan yang sama, Lutfi Adhiansyah, Ketua Klaster Fintech Pendanaan Syariah AFPI sekaligus CEO PT Ammana Fintek Syariah (Ammana) yang menjelaskan bahwa potensi fintech lending syariah dalam menjangkau pelaku UMKM unbankable dan underserved terus berkembang.
Terkini, nilai akumulasi penyaluran pinjaman oleh 11 perusahaan fintech lending syariah terdaftar dan berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah mencapai lebih dari Rp1,2 triliun.
Adapun dari total penyaluran bersama para perusahaan konvensional dengan jumlah 156 perusahaan, kini nilainya mencapai Rp128,69 triliun per September 2020. Artinya, potensi pertumbuhan pasar pengguna platform fintech lending syariah, baik pendana (lender) maupun peminjam dana (borrower) masih bisa berkembang dan terus meningkat.
"Apalagi, fintech lending yang bermain di syariah itu biasanya memiliki fokus market yang spesifik. Ada yang fokus ke produktif lewat invoice, ada yang di properti, ada pula yang bisa mengombinasikannya dengan pembiayaan umrah dan haji. Potensi pengguna kita besar," ungkapnya.
Lutfi menjelaskan bahwa potensi kebangkitan sektor-sektor yang telah diakomodasi fintech lending syariah diproyeksi akan semakin moncer pada 2021, atau setelah pandemi Covid-19 mereda. Misalnya, halal tourism, pembiayaan umrah dan haji, industri food & beverage (F&B) halal, serta para pelaku usaha halal lain di market spesifik syariah.
Sementara itu, COO PT Alami Fintek Sharia (Alami) Harza Sandityo mengatakan setelah Juni 2020, tren pengguna fintech lending syariah yang sempat terdampak pandemi telah mulai kembali ke arah normal. Harza melihat bahwa di platform-nya, sektor UMKM yang bergerak di jasa kesehatan dan telekomunikasi, menjadi salah satu yang potensial untuk berkembang dan perlu terus diperkenalkan dengan ekosistem keuangan syariah tingkat lanjut.