Bisnis.com, JAKARTA - Bank BUMN syariah hasil merger diharapkan segera tancap gas setelah efektif terbentuk pada Februari 2021. Hal ini mengingat masih adanya tantangan peningkatan risiko yang dihadapi lembaga keuangan syariah akibat pandemi Covid-19.
Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah Mukhaer Pakkanna mengatakan, masalah yang akan dihadapi bank syariah hasil merger adalah efek samping pandemi Covid-19 yang masih akan dirasakan industri perbankan pada tahun depan.
"Manajemen bank Syariah hasil merger langsung dihadapkan kepada masalah yang sangat serius dan bersifat extraordinary, uncertainty, complexity dan unprecedented yaitu pandemi Covid-19 yang multiplier effect-nya sangat besar. Karena itu manajemen harus mulai melakukan review dan revisi target pertumbuhan sama seperti perbankan yang lain," ujar Mukhaer dalam siaran pers, Jumat (27/11/2020).
Dia mengatakan pandemi Covid-19 meningkatkan risiko yang dihadapi lembaga-lembaga keuangan syariah. Risiko ini berupa terbukanya potensi kenaikan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF). Untuk menghadapi risiko tersebut, manajemen bank syariah hasil merger harus segera berbenah setelah Februari tahun depan agar bank hasil merger mampu bertahan selama pandemi dan segera bangkit setelah musibah ini usai.
"Kenaikan risiko terhadap perbankan syariah tersebut dalam bentuk NPF akan menjadi salah satu yang menentukan kemampuan untuk bisa bertahan dan segera bangkit," imbuhnya.
Mukhaer menegaskan gerak cepat manajemen baru dibutuhkan agar harapan masyarakat atas terbentuknya bank hasil merger bisa segera terjawab. Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta ini menyebut ada harapan besar dari publik agar ke depannya Indonesia memiliki bank syariah besar dan bertaraf internasional dari merger yang tengah berlangsung.
Baca Juga
Terpisah, Peneliti Ekonomi Syariah INDEF Fauziah Rizki Yuniarti berharap bank syariah hasil merger bisa memiliki produk bertarif murah untuk nasabah dan memperbesar pagu pembiayaan untuk sektor UMKM serta pengembangan Bank Wakaf Mikro (BWM). Menurutnya, bank syariah hasil merger berpeluang memiliki tarif pembiayaan murah karena besarnya modal yang entitas ini miliki.
Modal yang besar memperluas kemungkinan bank ini berhasil menarik dana murah dari publik. Saat ini PBI No. 17/12/PBI 2015 mensyaratkan pembiayaan perbankan syariah ke UMKM minimum 20 persen dari total pembiayaan.
"Namun sayangnya bank-bank syariah hanya berusaha sebatas memenuhi angka persyaratan tersebut. Peningkatan porsi pembiayaan kepada UMKM wajib masuk ke Rencana Bisnis Bank Syariah BUMN sehingga tidak sekadar memenuhi persyaratan minimum Bank Indonesia di 20 persen, dan menjawab keraguan masyarakat bahwa Bank Syariah BUMN hanya fokus ke konglomerat," pungkasnya.