Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dinilai perlu menempatkan investasi dana jaminan sosial di instrumen yang likuid dengan risiko rendah, seperti deposito dan obligasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada Bisnis menanggapi rencana BPJS Kesehatan untuk menyiapkan investasi dana jaminan sosial (DJS). Menurutnya, investasi penting bagi badan tersebut agar DJS dapat semakin berkembang.
Menurut Timboel, pengelolaan investasi DJS harus bersifat konservatif dan mengutamakan likuiditas. Deposito dinilai sebagai instrumen paling tepat karena berisiko rendah dan memiliki jangka waktu yang relatif pendek.
Selain itu, obligasi dan Surat Berharga Negara (SBN) pun dapat menjadi alternatif lainnya. Namun, tenor yang cukup lama perlu menjadi pertimbangan karena likuiditas menjadi penting dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional (JKN).
"Reksadana dan saham belum tentu ada kestabilan [kinerja], kalau turun dan suatu saat ada kebutuhan membiayai rumah sakit dan sebagainya kan tidak boleh cutloss," ujar Timboel kepada Bisnis, Minggu (7/3/2021).
Menurutnya, hasil pengembangan dana itu akan dikembalikan menjadi manfaat bagi para peserta. Hal tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Baca Juga
"Pengembangan dana itu bisa digunakan untuk meningkatkan upaya preventif promotif, bahkan mungkin untuk [biaya] operasional ambulans agar bisa dari rumah ke fasilitas kesehatan [faskes], tidak hanya faskes ke faskes. Misalnya itu bisa dimulai untuk peserta Penerima Bantuan Iuran [PBI], itu akan meningkatkan kepercayaan bagi JKN," ujar Timboel.