Bisnis.com, JAKARTA - Industri pembiayaan (multifinance) berpotensi makin rajin bekerja sama dengan platform penyedia jasa innovative credit scoring (ICS), terutama dalam menyalurkan kredit tanpa agunan.
Sigit Sembodo, Sekjen Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) sekaligus Direktur PT Bussan Auto Finance (BAF) menjelaskan bahwa perusahaan pembiayaan hingga kini masih mengandalkan persyaratan agunan nasabah demi mitigasi risiko.
Padahal, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.58/2020 memberikan kelonggaran bisa menyalurkan pembiayaan modal kerja atau sektor produktif tanpa agunan kepada debitur yang mengajukan fasilitas kredit di bawah Rp25 juta.
"Ini ranah yang belum banyak dikuasai perusahaan pembiayaan, karena selama ini kami selalu meminta agunan, baik itu mobil, motor, atau mesin. Mungkin di sinilah innovative credit scoring mampu ikut mendukung kami," ujarnya dalam diskusi virtual bersama AFTECH dan Tokopedia, Selasa (16/3/2021).
Oleh sebab itu, Sigit menganggap peluang multifinance menggunakan jasa platform ICS pun makin besar, karena para debitur produktif yang meminjam di bawah Rp25 juta notabene termasuk ke dalam UMKM.
"UMKM di portofolio multifinance per Desember 2019 itu 25 persen, akhir Desember 2020 atau di era pandemi justru menjadi 29 persen. Artinya, bakal lebih banyak lagi UMKM yang akan menggunakan jasa perusahaan pembiayaan," tambahnya.
Adapun, selain untuk mempermudah realisasi kredit tanpa agunan, Sigit menjelaskan bahwa kerja sama dengan platform ICS juga memungkinkan multifinance untuk meneliti nasabah eksisting di semua sektor.
Misalnya, menilai apakah suatu nasabah layak restrukturisasi, meneliti kondisi sebenarnya nasabah gagal bayar, atau memastikan apakah debitur memberikan dokumen-dokumen palsu dalam pengajuan aplikasi kredit.
Turut hadir Pengamat Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani yang menekankan pentingnya platform ICS dalam hal penilaian debitur secara prediktif dan lebih komprehensif.
Aviliani menggambarkan dari sisi debitur individu saja, masih banyak pekerja informal atau freelance atau 'proyekan', yang sebenarnya punya kemampuan dan gaji yang cukup, tetapi tak memperoleh akses kredit karena tidak terlacak di sistem terdahulu.
Apalagi, apabila debitur tersebut merupakan pelaku UMKM. Oleh sebab itu, platform ICS bisa menjadi kunci lembaga keuangan konvensional mampu merangkul debitur jenis ini.
Sementara itu, Head of Business Development & Marketing Tokoscore Tokopedia Evita Soetjoadi yang menjelaskan bahwa pihaknya telah siap bekerja sama dengan berbagai lembaga jasa keuangan.
Platform besutan Tokopedia di lini bisnis credit scoring ini mengaku mampu menyediakan akses penilaian data lebih dari 100 juta user, mencakup 99 persen seluruh kecamatan di Indonesia.
Tokoscore sendiri menitikberatkan penilaian terhadap para calon debitur dari sisi kebiasaan dan aktivitas transaksinya di e-commerce.
"Dengan kemampuan ini, harapannya lembaga jasa keuangan bisa memiliki parameter tambahan untuk penilaian aplikasi kredit calon nasabah, terutama yang muda atau baru, unbankable dan underserved," ungkapnya.