Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN menilai bahwa perlu terdapat banyak pilihan instrumen investasi berbasis syariah seiring akan diembangkannya layanan syariah dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan.
Anggota DJSN Iene Muliati menjelaskan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi dengan BPJS Ketenagakerjaan terkait rencana pengembangan layanan syariah dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Rencana itu pun dinilai baik karena terdapat permintaan dari masyarakat Indonesia, yang sebagian besar beragama Islam.
Menurut DJSN, pengembangan layanan syariah akan membutuhkan instrumen investasi syariah yang besar, karena dana peserta harus dikembangkan melalui investasi. Oleh karena itu, menurutnya, perlu tersedia banyak instrumen investasi syariah yang dapat dipilih BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau mau investasi berarti harus ada instrumen investasi syariah yang bisa memenuhi kebutuhan dana jaminan sosial [DJS], yang punya karakter liabilitas berbeda-beda. Kalau saat ini ternyata instrumennya masih terbatas, ini saat yang tepat untuk mendorong ketersediaan instrumen syariah," ujar Iene kepada Bisnis, Kamis (15/7/2021).
Dia menjabarkan bahwa program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) memiliki liabilitas yang relatif pendek, yakni berkisar lima tahun. Hal tersebut berarti harus terdapat banyak pilihan instrumen syariah dalam rentang waktu yang pendek.
Adapun, program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) memiliki liabilitas jangka panjang, sehingga harus terdapat berbagai alternatif investasi syariah berjangka panjang.
Baca Juga
"Dengan karakteristik liabilitas itu, instrumen investasi DJS tetap perlu dijaga. Instrumen yang ada juga perlu bisa dicocokkan, sehingga bisa dipilih mana yang memberikan imbal hasil terbaik," ujar Iene.
Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan memiliki dana kelolaan sekitar Rp500 triliun. Dari jumlah itu, sekitar 76 persen atau Rp385 triliun di antaranya ditempatkan di instrumen konvensional dan baru 24 persen atau sekitar Rp115 triliun yang berada di instrumen syariah.
DJSN menilai bahwa saat layanan syariah berlaku, dana dari peserta yang memilih layanan itu harus sepenuhnya ditempatkan di instrumen investasi syariah dan tidak tercampur dengan dana di instrumen konvensional.