Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit yang berakhir pada Maret 2022.
Sebelumnya, OJK telah satu kali memperpanjang kebijakan ini, yang pada awalnya berlaku hingga Maret 2021, dengan tujuan meringankan beban debitur yang terdampak pandemi Covid-19, sehingga aktivitas bisnis dapat terus berjalan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan regulator melihat adanya pembatasan mobilitas masyarakat akibat peningkatan angka yang terpapar Covid-19 sekarang ini bisa menyebabkan upaya pemulihan ekonomi yang dijalankan Pemerintah terhambat.
Oleh karena itu, OJK melihat adanya potensi untuk melakukan perpanjangan lanjutan restrukturisasi kredit di sektor perbankan yang selama ini sudah diatur dalam POJK Nomor 48/POJK.03/2020 dan restrukturisasi pembiayaan di Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank berdasarkan Peraturan OJK Nomor 58/POJK.05/2020.
"Keputusan resmi OJK akan dikeluarkan paling lambat akhir Agustus 2021,” kata Wimboh pada Kamis (29/7/2021).
Sementara itu, per Mei 2021 OJK mencatat total kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp781,9 triliun, yang terdiri dari 14,17 persen dari total kredit kepada 5,12 juta debitur di perbankan dan Rp203,1 triliun di perusahaan pembiayaan pada 5,12 juta kontrak.
Adapun, hingga 14 Juni 2021, total outstanding kredit restrukturisasi perbankan sebesar Rp777,31 triliun. Sebesar Rp292,39 triliun atau 37,62 persen berasal dar UMKM, sedangkan non-UMKM sebesar Rp484,92 triliun atau 62,38 persen.
Sebelumnya, Wimboh menyebutkan fungsi intermediasi ke depan juga berpotensi kembali mengalami tekanan seiring dengan pemberlakuan kebijakan pengendalian penyebaran Covid-19 melalui PPKM darurat.
“Kredit diperkirakan tetap tumbuh pada kisaran 6 persen ± 1 persen yoy pada 2021 seiring dengan proyeksi pemulihan ekonomi nasional,” katanya.
Namun, secara umum, lanjut Wimboh, sektor keuangan masih optimistis dengan menargetkan outlook positif pada beberapa indikator utama, misalnya dari sisi dana pihak ketiga (DPK) diproyeksikan tetap pada rentang 11 persen ±1 persen yoy pada tahun ini, seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi, belanja masyarakat dan investasi secara bertahap.