Bisnis.com, JAKARTA - Neraca keuangan Bank Indonesia (BI) diyakini tidak akan terganggu dengan berlanjutnya kesepakatan pembagian beban atau burden sharing dengan pemerintah atas pembiayaan APBN untuk penanganan Covid-19 pada 2021 dan 2022.
“Defisit BI akan lebih besar, tapi modal kami masih sangat besar dan cukup untuk menjaga kesinambungan kondisi keuangan BI,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Selasa (24/8/2021).
Perry memperkirakan, dengan dilakukannya burden sharing maka rasio modal BI akan mengalami penurunan menjadi 5 hingga 4 persen. Tercatat, rasio modal BI pada 2020 turun menjadi 8,64 persen dikarenakan adanya pelaksanaan burden sharing.
“Tahun ini kemungkinan mencapai 8,9 persen dan kemungkinan akan turun jadi 5 atau 4 persen [di 2022]. Tapi, dari sisi modal masih besar, masih mampu menjaga kesinambungan keuangan BI,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam kesepakatan burden sharing SKB III, BI akan berkontribusi dalam pembiayaan APBN dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp215 triliun di 2021 dan Rp224 triliun di 2022.
BI akan menanggung seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp58 triliun di 2021 dan Rp40 triliun pada 2022, sesuai dengan kemampuan neraca BI.
Baca Juga
Perry pun menyampaikan, pelaksanaan burden sharing tidak akan mempengaruhi independensi dan kemampuan BI dalam menjalankan kebijakan moneter.
“SBN-nya marketable dan tradable dan kami bisa lakukan sebagai instrumen operasi moneter. Jumlahnya juga terukur, sehingga bisa kami lakukan untuk stabilisasi nilai tukar maupun inflasi,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana menilai neraca keuangan BI akan tetap kuat di bawah skema burden sharing yang diberlakukan hingga 2022, meski akan terjadi penurunan rasio ekuitas.
“Rasio ekuitas BI pada 2020 turun jadi 8 persen dari 11 persen pada 2019 karena skema burden sharing. Perhitungan kami menunjukkan rasio ekuitas bisa turun menjadi 5 persen pada 2022 sebagai akibat dari skema burden sharing saat ini,” katanya.
Wisnu mengatakan, di pasar obligasi, skema burden sharing akan berdampak pada pengurangan pasokan SBN secara substansial.
Berdasarkan perhitungannya, Kementerian Keuangan menargetkan Rp632 triliun dari penerbitan obligasi pada semester II/2021, sebelum adanya skema burden sharing. Dengan demikian, dia mengatakan penerbitan melalui lelang akan lebih rendah menjadi Rp417 triliun pada semester II/2021.