Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IFSoc: Tren Akuisisi Bank Kecil oleh Big Tech Bakal Berlanjut Tahun Depan

Setiap big tech pasti memiliki tujuan memiliki layanan perbankan digital di dalam ekosistemnya untuk memanfaatkan dana murah atau Current Account Savings Accounts (CASA).
Ilustrasi aksi korporasi, termasuk merger dan akuisisi/Freepik.com
Ilustrasi aksi korporasi, termasuk merger dan akuisisi/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Fintech Society (IFSoc) melihat fenomena akuisisi bank-bank 'mini' oleh raksasa teknologi (big tech company) bakal berlanjut di tahun depan. 

Rudiantara, steering committee IFSoc sekaligus Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) periode 2014-2019 mengungkap hal ini dalam diskusi virtual bertema 'Catatan Akhir Tahun 2021 Industri Fintech', Kamis (9/12/2021). 

Menurut pria yang akrab disapa 'chief' ini, setiap big tech pasti memiliki tujuan memiliki layanan perbankan digital di dalam ekosistemnya untuk memanfaatkan dana murah atau Current Account Savings Accounts (CASA). 

"Tren ini masih tetap akan berjalan tahun depan, memanfaatkan CASA itu yang paling kentara. Apalagi kalau saya dengar beberapa sudah membicarakan CSPA [Conditional Sales and Purchase Agreement]," ungkapnya. 

Menurut IFSoc, para big tech Indonesia juga akan mencoba peruntungan membesarkan neobank seperti KakaoBank di Korea Selatan dan MyBank besutan ANT Group di China.

Apalagi, cerita keberhasilan perbankan digital secara global erat kaitannya dengan dukungan ekosistem fintech dan e-commerce, yang notabene di Tanah Air sendiri tengah menjadi tren dan mencatatkan pertumbuhan yang melonjak. 

"Karena bagaimana pun, contohnya fintech di bidang payment dan wallet misalnya, walaupun sama-sama punya dana kelolaan banyak seperti bank, mereka tidak bisa memutarnya, dan pengelolaannya pun harus tetap disimpan di sistem perbankan. Jadi target punya bank sendiri itu semakin relevan," jelasnya. 

Adapun, aksi akuisisi dipilih karena biaya mengambil lisensi mendirikan perbankan digital baru sesuai regulasi terbilang mahal. Modal yang harus dirogoh mencapai Rp10 triliun. Sementara itu, untuk melakukan konversi bank tradisional menjadi bank digital, modal yang perlu dipenuhi cukup Rp3 triliun saja sampai batas akhir di penghujung 2022. 

"Adapun, lembaga keuangan tradisional termasuk bank itu sendiri juga tak mau ketinggalan dalam transformasi menjadi neobank karena lebih efisien. Tren kantor cabang perbankan per Agustus 2021 sebanyak 29.683 cabang itu turun 6,5 persen. Padahal 2018 masih 31.604 cabang," tambahnya. 

Sampai saat ini, tren akuisisi atau transformasi anak usaha bank kecil menjadi bank digital tercatat telah dilakukan oleh 2 perbankan konvensional dan 7 big tech. 

Perbankan yang terlibat, yaitu PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang membuat BCA Digital lewat Bank Royal Indonesia. Sementara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) alias BRI mengubah PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. menjadi PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO). 

Dari sisi fintech, unikorn pertama dari klaster finvestasi saham dan reksa dana asal Tanah Air, Ajaib Group, lewat PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib) menggenggam 24 persen saham PT Bank Bumi Artha Tbk. (BNBA). 

Sebelumnya, emiten konglomerasi media dan hiburan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) yang juga berhubungan dengan Grab dan Bukalapak tercatat bakal mengakuisisi 93 persen saham PT Bank Fama Internasional, lewat PT Elang Media Visitama. 

Pada awal tahun, pemilik raksasa e-commerce Shopee, Sea Group, mengakuisisi Bank Kesejahteraan Ekonomi dan kini telah berganti nama menjadi PT Bank Seabank Indonesia.

Berikutnya, unikorn kebanggaan tanah air, yaitu grup Gojek-Tokopedia pun mencoba peruntungan memasuki bisnis perbankan dengan mengakuisisi saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) melalui anak usahanya PT Dompet Karya Anak Bangsa atau GoPay. 

Adapun, Akulaku Grup yang memiliki entitas marketplace dan multifinance dengan nama yang sama, serta fintech peer-to-peer (P2P) lending PT Pintar Inovasi Digital (Asetku), lewat PT Akulaku Silvrr Indonesia resmi mengakuisisi 24,9 persen saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB). 

Induk platform bayar tunda (paylater) Kredivo, yakni FinAccel Pte Ltd lewat PT Finaccel Teknologi Indonesia memborong 40 persen saham PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI). 

Terbaru, WeLab Ltd, perusahaan milik Sequoia Capital yang bersama Grup Astra (ASII) membangun fintech peer-to-peer (P2P) lending bernama Maucash, disebut berproses mencaplok 24 persen saham di PT Bank Jasa Jakarta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper