Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suntikan Dana Bank Melimpah, Buana Finance (BBLD) Bidik Sebar Rp2,5 Triliun Tahun Ini

Sejak awal tahun ini, amunisi BBLD untuk berekspansi didukung oleh fasilitas pinjaman dari Bank OCBC NISP senilai Rp100 miliar dengan tenor 36 bulan, Bank JTrust senilai Rp200 miliar dengan tenor 48 bulan, dan Bank Danamon sebesar Rp500 miliar dengan tenor 48 bulan.
Logo Buana Finance.
Logo Buana Finance.

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten pembiayaan PT Buana Finance Tbk. (BBLD) termasuk salah satu multifinance independen yang mendapatkan fasilitas pendanaan melimpah dari banyak perbankan, demi menopang target pertumbuhan pembiayaan ke depan.

Sebagai gambaran, sepanjang tahun lalu BBLD diguyur fasilitas pinjaman dari Bank Victoria, Bank Danamon, Bank Ina Perdana, Bank Mayora, Bank Index Selindo, Bank Victoria, dan BTPN. Berkisar Rp50 miliar hingga Rp500 miliar dengan tenor bervariasi.

Adapun, sejak awal tahun ini, amunisi BBLD ditambah lagi oleh Bank OCBC NISP senilai Rp100 miliar dengan tenor 36 bulan, Bank JTrust senilai Rp200 miliar dengan tenor 48 bulan, dan Bank Danamon sebesar Rp500 miliar dengan tenor 48 bulan.

Berdasarkan laporan tahunan BBLD yang diunggah Rabu (18/5/2022), Direktur Utama Buana Finance Yanuar Alin mengungkap bahwa pendanaan melimpah ini merupakan buah kepercayaan para kreditur, seiring pembuktian bahwa strategi perusahaan di tahun lalu berjalan dengan baik.

"Kami fokus menjalankan bisnis pembiayaan konsumen dan sewa pembiayaan dengan prinsip kehati-hatian yang terukur. Kami juga terus menjalin komunikasi dengan para kreditur, dan secara aktif menyakinkan mereka bahwa perseroan dijalankan dengan tata kelola yang baik," tulisnya, dikutip Bisnis, Rabu (18/5/2022).

Hal ini tergambar dari aset BBLD pada akhir 2021 yang masih mengalami kontraksi 12,95 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp3,58 triliun akibat semua lini piutang pembiayaan mengalami penurunan, namun di sisi lain volume pembiayaan baru tumbuh secara sehat.

Tepatnya, dari Rp1,18 triliun pada 2020 menjadi Rp1,94 triliun pada 2021, alias naik 64,4 persen (yoy). Terdiri dari pembiayaan konsumen yang naik dari Rp727,89 miliar pada 2020 menjadi Rp1,23 triliun pada 2021, serta sewa pembiayaan dari Rp454,72 miliar pada 2020 menjadi Rp710,47 miliar pada 2021.

Sementara kualitas piutang yang tergambar dari tingkat piutang bermasalah (Non-Performing Financing/NPF) turun dari 4,19 persen pada 2020 menjadi 2,64 persen pada 2021. NPF diukur dari rasio antara jumlah piutang atas fasilitas yang telah jatuh tempo di atas 90 hari, dibandingkan dengan jumlah piutang keseluruhan.

"Kami berhasil menurunkan tingkat pembiayaan bermasalah baik dari lini bisnis pembiayaan konsumen maupun sewa pembiayaan. Kondisi ini memperlihatkan upaya kami terus menjaga kualitas pembiayaan baru, serta memaksimalkan kinerja penagihan di pusat maupun cabang dengan memantau secara cermat guna menghindari keterlambatan pembayaran oleh debitur," jelasnya.

Ke depan, BBLD mengaku masih akan menerapkan strategi selektif dan mematok target konservatif. Sepanjang 2022, BBLD menargetkan pembiayaan baru menyentuh Rp2,5 triliun, dengan porsi lini bisnis pembiayaan konsumen Rp1,66 triliun, sementara sewa pembiayaan Rp928,2 miliar.

"Target sewa pembiayaan ini masih terbilang konservatif, mengingat kemungkinan terjadinya fenomena keterbatasan unit, serta kebijakan internal perseroan untuk tetap menjaga kualitas portofolio aset melalui penyaluran pembiayaan yang selektif, namun cepat. Adapun, target penyaluran pembiayaan konsumen pada 2022 ini disusun berdasarkan evaluasi pencapaian periode 2021," jelasnya.

Sebagai gambaran, lini bisnis pembiayaan konsumen BBLD tahun lalu didominasi pembiayaan terkait mobil bekas dengan porsi 64 persen, sisanya mobil baru dengan porsi 35,9 persen. Pada periode pandemi, pembiayaan mobil bekas bahkan mengambil porsi 70 persen.

Sementara sewa pembiayaan BBLD ditopang kebutuhan debitur korporasi di sektor tambang dengan porsi 36,5 persen. Disusul sektor konstruksi 19,5 persen, jasa 16,8 persen, perkebunan 14,6 persen, dan sisanya dengan porsi di bawah 10 persen, yaitu perindustrian, pengangkutan barang, pengangkutan penumpang, dan sektor usaha lain-lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper