Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah perbankan yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun kembali menggeber aksi penambahan modal, salah satunya melalui skema rights issue. Aksi korporasi ini dilakukan mengingat tenggat waktu bank umum untuk mempertebal modal akan jatuh pada akhir 2022.
Berdasarkan laporan statistik yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pekan ke-5 edisi Juni 2022, terdapat 4 perusahaan keuangan dengan nilai emisi mencapai Rp7,04 triliun melalui skema penawaran umum terbatas (PUT) atau rights issue. Adapun, keempat perusahaan itu seperti PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR), PT Bank Ganesha Tbk. (BGTG), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), dan PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK).
Meski demikian, beberapa perbankan yang telah menggelar rights issue pun kembali ikut meramaikan aksi korporasi tambah modal itu di sisa tahun ini. Emiten bank digital PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) misalnya, yang bakal menerbitkan 5 miliar saham dengan nilai nominal Rp100 per saham. Namun, bank yang dinahkodai oleh Tjandra Gunawan itu belum menetapkan harga pelaksanaan dan rasio rights issue.
Selanjutnya, ada PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) juga ikut memacu permodalan. Adapun, modal inti yang dimiliki emiten berkode saham DNAR itu sebesar Rp2,968 triliun hingga akhir Juni 2022.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah menuturkan Bank Oke hanya akan melaksanakan aksi korporasi berupa rights issue di tahun ini, yakni rencana pengeluaran saham rights issue Rp500 miliar.
Adapun bank milik konglomerat Anthoni Salim, yakni PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) juga ikut meramaikan rights issue pada kuartal IV/2022 dengan dana segar yang dibidik senilai Rp1 triliun. Nantinya, perseroan akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 2 miliar saham dengan nilai nominal Rp100 per saham.
Baca Juga
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai rights issue memiliki korelasi dengan syarat kenaikan modal inti perbankan. Pasalnya, kata Bhima, saat ini bank diminta untuk terus mempertebal permodalannya, terutama untuk mengantisipasi gejolak ekonomi ke depan.
Di sisi lain, Bhima mengkhawatirkan akan kecilnya peluang bank kecil untuk melakukan rights issue, di tengah ramainya perbankan yang menggeber aksi ini. Hal ini mengingat, tidak semua porsi rights issue akan diserap oleh investor.
“Karena kalau dilakukan secara bersamaan, tentunya investor akan lebih selektif dalam membeli saham dari bank-bank yang kecil. Jadi disarankan, kalau bank melakukan akuisisi atau merger,” kata Bhima kepada Bisnis, Kamis (4/8/2022).
Bhima menyampaikan peluang yang didapatkan bank seharusnya lebih tinggi dibandingkan saat ini berlomba-lomba secara serentak melakukan rights issue. “Karena waktunya terbatas, seharusnya rights issue dilakukan jauh sebelum pandemi,” lanjutnya.