Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ungkap Tantangan Perbankan pada 2023, Mampukah Bertahan?

Sejauh mana bank mampu bertahan pada 2023 di tengah kenaikan suku bunga acuan hingga resesi global?
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. /Bisnis-Arief Hermawan P
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. /Bisnis-Arief Hermawan P

Kondisi Bank 2022

Bisnis.com, JAKARTA — Industri perbankan diperkirakan menghadapi sederet tantangan pada 2023, mulai dari kenaikan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia hingga bayang-bayang resesi global. Di tengah kondisi ini, sejauh mana bank mampu bertahan menghadapi tekanan?

Tantangan pertama hadir melalui kenaikan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Sepanjang Agustus – Oktober 2022, Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 basis poin (bps) menuju level 4,75 persen.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, kenaikan suku bunga acuan menjadi tekanan bagi perbankan untuk segera menaikkan suku bunga simpanan, meski sebagian likuiditas masih cukup tebal karena ada risiko beberapa deposan kakap bergeser mencari bank lain yang menawarkan bunga di atas inflasi.

“Sekarang inflasi hampir 6 persen dan bisa bertahan cukup lama, sementara bunga deposito rata-rata hanya berkisar 3–5 persen untuk 12 bulan sehingga kurang menarik bagi deposan,” ujar Bhima kepada Bisnis, pekan lalu.

Bhima menilai spread antara bunga deposito dan inflasi perlu diperlebar. Risiko di sektor riil juga meningkat sejalan dengan alarm resesi ekonomi. Selain itu, bunga kredit tinggi berpotensi membuat profil risiko naik sehingga menjadi tantangan baru bagi perbankan.

Tantangan lainnya, kata Bhima, daya tahan perbankan dalam negeri juga akan diuji usai berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2023. Apabila bank bisa segera membersihkan kredit yang berpotensi macet, maka bank akan selamat.

Akan tetapi yang menjadi masalah, beberapa bank masih melaporkan restrukturisasi bernilai jumbo. Kemudian ditambah dengan kondisi debitur yang masih membutuhkan perpanjangan program restrukturisasi, kemampuan bank mencetak laba pun berpotensi tergerus. 

“Jadi bank harus waspada tidak bisa anggap enteng ketidakpastian ekonomi tahun depan. Kurs melemah, kredit macet bisa naik, dan segmen kredit konsumsi tertekan oleh pelemahan daya beli,” kata Bhima.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah memandang sistem keuangan Indonesia bisa bertahan dari sejumlah tantangan yang menghantui pada tahun depan.

Menurut Piter, perbankan Indonesia sudah melewati berbagai krisis keuangan global sebelumnya, mulai dari krisis subprime mortgage, kolapsnya Lehman Brothers, krisis finansial global, hingga pandemi Covid-19. Dan terbukti, perbankan Tanah Air mampu bertahan.

“Demikian juga dengan menghadapi gejolak keuangan global tahun depan. Diyakini sistem keuangan indonesia tidak akan banyak terdampak,” ungkapnya.

Piter menyampaikan bahwa berbagai indikator khususnya terkait dengan permodalan, likuiditas hingga profitabilitas, menunjukkan sistem keuangan indonesia sampai saat ini masih stabil dan sehat sehingga diperkirakan mampu bertahan menghadapi gejolak global.

“Apalagi diyakini bahwa perekonomian indonesia akan melanjutkan proses pemulihan, tumbuh positif meskipun terjadi resesi global,” pungkas Piter.

Dari kalangan bankir, Direktur Keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau BMRI Sigit Prastowo mengatakan bahwa kondisi perekonomian tahun depan memang akan lebih menantang. Namun, Bank Mandiri optimistis dapat terus tumbuh di atas rata-rata industri, baik dari segi kredit maupun kemampuan dalam menghimpun dana pihak ketiga (DPK).

Emiten berkode saham BMRI ini akan tetap menerapkan strategi bisnis yang sudah dijalankan dalam dua tahun terakhir, yakni fokus pada rantai nilai di dalam ekosistem wholesale bank.

“Kami akan terapkan prinsip -prinsip untuk tumbuh secara agresif tapi prudent, dengan menetapkan strategi loan follow transaction, fokus pada kekuatan regional, juga kita ingin banyak porsi kredit yang dijaga dengan kolateral yang baik,” tuturnya.

Selain itu, BMRI akan fokus meningkatkan DPK melalui optimalisasi aplikasi ponsel Livin’ by Mandiri dan Kopra by Mandiri agar rasio dana murah (current account savings account/CASA) secara bank only terjaga di level 73–75 persen untuk beberapa tahun ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper