Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit untuk mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu hingga 31 Maret 2024 mendatang.
Empat bank terbesar di Indonesia, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) kompak mencatatkan penurunan total restrukturiasi kredit Covid-19.
BRI misalnya, mencatatkan penurunan 66,2 persen total outstanding restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 secara tahunan (year on year/yoy) hingga mencapai Rp116,45 triliun per kuartal III/2022.
Total restrukturisasi Covid-19 BRI juga menyusut Rp139,92 triliun atau 54,5 persen dari akumulasi restrukturisasi Covid-19 periode Maret 2020 hingga September 2022 yang mencapai Rp256,37 triliun.
Dari sisi jumlah nasabah, saat ini tersisa 1,4 juta nasabah yang mendapatkan restrukturisasi kredit BRI. Jumlah nasabah itu juga turun dari akumulasi awal yang mencapai lebih dari 3,9 juta nasabah. Penurunan 87,0 persen jumlah nasabah penerima restrukturisasi kredit BRI ini didominasi oleh payment.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Aestika Oryza Gunarto mengatakan restrukturisasi merupakan upaya untuk menjaga performa kualitas kredit industri perbankan serta mendukung recovery pelaku usaha terdampak Covid-19.
Baca Juga
“Kebijakan restrukturisasi memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan usaha nasabah BRI, yang mayoritas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),” ujarnya kepada Bisnis pada Senin (28/11/2022).
Sebelumnya, BBRI juga memperkirakan bahwa hanya 10 persen dari total restrukturisasi kredit akibat Covid-19 yang tidak bisa diselamatkan. Sementara mayoritas sisanya kembali lancar.
"Mayoritas [kredit restrukturisasi] lancar kembali dan bisa membayar kewajibannya sesuai ketentuan. Bahkan banyak yang sudah lunas," kata Direktur Utama BRI Sunarso dalam konferensi pers virtual di Jakarta, beberapa waktu lalu (16/11/2022).
BNI juga mencatatkan penurunan angka restrukturisasi kredit sebesar 24 persen yoy menjadi Rp59,5 triliun. Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati mengatakan bahwa dari sisi kualitas aset, risiko atas kredit yang disalurkan atau loan at risk (LAR) juga turun 590 basis poin menjadi 19,3 persen per September 2022
“Kami pun terus berupaya menjadi LAR coverage atau rasio pencadangan untuk debitur LAR pada level yang memadai yakni sebesar 42,7 persen,” ujarnya dalam paparan kinerja kuartal III/2022 perseroan, beberapa waktu lalu.
Bank Mandiri juga mencatatkan penurunan restrukturisasi kredit 49 persen secara tahunan atau dari posisi Rp90,1 triliun ke Rp45,6 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan penurunan tersebut didorong oleh pelunasan dan pembayaran cicilan debitur, serta aktivitas bisnis yang sudah kembali normal. Hal itu juga tidak terlepas dari peran pemerintah dan regulator dalam menangani pandemi.
Sementaraitu, PT Bank Central Asia Tb. atau BCA (BBCA) mencatatkan penurunan kredit Covid-19 sebesar 28 persen yoy dari Rp70,9 triliun per September tahun lalu menjadi Rp51,2 triliun per September 2022.
Penurunan outstanding restrukturisasi kredit Covid-19 di empat bank jumbo itu terjadi di tengah kebijakan OJK yang memperpanjang restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2024 mendatang.
Namun, kebijakan OJK ini hanya berlaku untuk tiga segmen, yakni segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum dan beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Sedangkan untuk sektor umum, kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit Covid-19 tetap berlaku hingga Maret 2023. Sehingga, lembaga jasa keuangan (LJK) dan pelaku usaha dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit antara LJK dengan debitur.
Atas kebijakan tersebut, OJK meminta para lembaga jasa keuangan untuk dapat memitigasi segala risiko yang mungkin akan muncul ke depannya.
“OJK tetap meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul. OJK juga akan merespon secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional,” jelas OJK dalam keterangan pers dikutip Senin (28/11/2022).