Bisnis.com, JAKARTA — PT Adira Dinamika Finance Tbk. (ADMF) akan melakukan diversifikasi sumber pendanaan dalam menghadapi kenaikan suku bunga acuan yang telah diputuskan oleh Bank Indonesia (BI) sebanyak 25 basis poin (bps) atau menjadi 5,5 persen.
Presiden Direktur Adira Finance I Dewa Made Susila mengatakan bahwa dalam menyikapi kenaikan suku bunga tersebut, Adira Finance telah melakukan berbagai strategi degan terus melakukan diversfikasi sumber pendanaan yang dimiliki oleh perusahaan.
“Kami akan terus mendiversifikasi sumber pendanaan melalui pembiayaan bersama dengan induk Bank Danamon, pinjaman bank baik offshore dan onshore, serta penerbitan obligasi dan sukuk,” Ujar Dewa kepada Bisnis, Minggu (25/12/2022).
Dewa menyampaikan bahwa kenaikan suku bunga dapat berdampak terhadap biaya pendanaan perusahaan ke depannya. Namun, penyesuaian suku bunga kredit akan memerhatikan beberapa faktor, antara lain kompetisi pasar, likuiditas kredit di perbankan, kondisi pasar modal, serta risiko kredit.
Dewa menyampaikan bahwa pada 2022 Adira Finance telah mempertahankan peringkat tertinggi domestik yaitu AAA dari lembaga pemeringkat Pefindo. Selain itu Adira Finance juga dapat mempertahankan peringkat BBB dari Lembaga Pemeringkat internasional Fitch Rating, dan memperoleh kenaikan peringkat internasional oleh Lembaga Pemeringkat Moodys dari Baa2/stable menjadi Baa1/stable pada akhir 2021.
“Peringkat tersebut diharapkan dapat berdampak positif dalam menjaga kepercayaan investor terhadap Adira Finance dan juga dapat mempermudah perusahaan dalam mendapatkan akses pendanaan dari dalam dan luar negeri,” ujar Dewa.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022 telah memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen.
Kemudian suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.
Adapun keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking, memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 2-4 persen.
BI juga menyebutkan kebijakan ini mempertimbangkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Meski demikian, nilai ini lebih baik dari negara lain seperti China hingga India. BI akan melakukan pengendalian rupiah untuk mengendalikan inflasi dan stabilitas. Diyakini pada 2023, rupiah akan menguat ke arah fundamentalnya.