Bisnis.com, JAKARTA — Terdapat banyak emiten bank yang mencatatkan pelemahan harga saham sepanjang tahun berjalan (year-to -date/ytd) 2022. Deretan teratas didominasi oleh bank digital.
Berdasarkan data RTI Business, ada tiga emiten bank digital menempati posisi teratas sebagai emiten bank paling boncos. Ketiganya adalah PT Bank Jago Tbk. (ARTO), PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO), dan PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB).
Pada penutupan perdagangan Senin (26/12/2022), Bank Jago mencatatkan penurunan harga saham 78,06 persen ytd. Harga saham bank digital besutan Jerry Ng ditutup di level Rp3.510 pada perdagangan Senin (26/12/2022).
Kemudian, harga saham Bank Raya melorot 74,81 persen ytd pada perdagangan Senin (26/12/2022). Harga saham AGRO ditutup di level Rp456.
Lalu, harga saham Bank Neo Commerce melorot 70,22 persen ytd pada perdagangan kemarin (26/12/2022). Harga saham BBYB ditutup di level Rp655.
Bank digital lainnya yakni PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) juga masuk dalam jajaran emiten bank boncos tahun ini. Harga saham bank digital besutan Chairul Tanjung itu turun 57,62 persen ytd.
Baca Juga
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan bahwa jebloknya kinerja saham bank digital dalam setahun berjalan karena harganya yang terlalu mahal atau overvalued.
"Menurut saya valuasi bank digital yang sangat tinggi dibandingkan rata-rata emiten di industri perbankan mengakibatkan tren penurunan harga secara ytd," kata Arjun kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Selain masalah harga terlalu mahal, bank digital juga belum menunjukkan kinerja yang meyakinkan. Sebab, sebagian bank digital masih mencatatkan kerugian seperti BBYB.
Ia mengatakan, proyeksi untuk tahun depan juga kurang positif selama emiten bank digital masih lumayan overvalued. "Jadi, masih ada potensi koreksi harga," ungkapnya.
Apalagi, bank digital dihadapkan pada masalah tren suku bunga acuan Bank Indonesia yang tinggi. "Kalau suku bunga naik lagi, menurut saya ini menjadi tantangan untuk bank digital karena mereka juga perlu menaikan suku bunga deposito agar bisa bersaing dengan bank konvensional," ujarnya.
Sementara, dengan naiknya suku bunga deposito, bank digital harus meningkatkan beban pembayaran bunga.
Ditambah, bank digital mesti menghadapi persaingan karena pertumbuhan jumlah bank digital baru diperkirakan masih terus berlanjut hingga tahun depan.
Selain bank digital, sejumlah emiten bank yang boncos merupakan emiten bank kecil, seperti PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA), PT Bank Ganesha Tbk. (BGTG), hingga PT Bank Victoria International Tbk. (BVIC).
Bank kecil itu pada tahun ini disibukan oleh pemenuhan ketentuan modal inti Rp3 triliun dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mengacu pada peraturan OJK (POJK) No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, bank diharuskan memiliki modal inti sebesar Rp3 triliun dengan batas terakhir pada 31 Desember 2022.