Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengukur Profit Fintech P2P Lending di Era Tech Winter

Bagaimana potensi profit fintech P2P lending di era tech winter? Simak ulasan berikut ini.
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com

Bisnis.com, JAKARTA — Memasuki tahun keenam sejak berdirinya fintech lending, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa industri financial technology atau fintech P2P lending mampu membalik kinerja dengan meraih laba senilai Rp50,48 miliar pada awal 2023. Lantas, bagaimana potensi profit fintech P2P lending di era tech winter?

Data Statistik Fintech Lending Periode Januari 2023 yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan fintech lending mampu membukukan laba bersih senilai Rp50,48 miliar pada Januari 2023.

Kondisi ini berbeda dengan posisi yang sama tahun sebelumnya, di mana fintech lending terpantau masih mengalami kerugian sebesar Rp16,14 miliar.

Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono menuturkan bahwa tercetaknya laba yang dibukukan industri ini lantaran pemain fintech lending mulai menguatkan prinsip struktural.

Pasalnya, kata Triyono, jauh sebelum fintech lending membukukan kinerja positif dengan mencetak laba, industri ini hanya berfokus pada suntikan dari modal luar.

“Kenapa mereka [fintech lending] laba? Karena memang sekarang mereka concern terhadap perbaikan struktural, dulu mereka tidak terlalu concern mengenai itu. Artinya, berapa target laba dan berapa target efisiensi itu tidak dilakukan [sebelumnya],” ungkap Triyono usai ditemui di sela-sela acara International Seminar on Promoting Digital Finance Inclusion for Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) Through the Use of Credit Scoring di Hilton Bali Resort, Nusa Dua, Bali, Kamis (16/3/2023).

Selain memperbaiki sisi struktural, Triyono menilai perbaikan kinerja fintech lending juga didukung oleh rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang semakin efisien. Salah satunya dengan melakukan perampingan karyawan untuk meningkatkan efisiensi kinerja.

Tercatat, per Januari 2023, rasio BOPO yang dimiliki industri fintech lending terpantau semakin efisien, yakni berada di angka 89,16 persen pada Januari 2023.

Jika dibandingkan dengan Januari 2022, rasio ini lebih efisien lebih efisien, di mana kala itu rasio BOPO fintech P2P lending berada di angka 107,96 persen.

“Ada winter di bisnis digital, ada beberapa pemberhentian karyawan, efisiensi, perampingan, itulah yang kemudian mereka bisa mengukir profit yang cukup lumayan,” ujarnya.

Fintech Terdaftar dan Berizin

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menuturkan bahwa industri fintech lending pada beberapa tahun yang lalu harus memenuhi perizinan dengan dua macam, yaitu terdaftar dan berizin.

Kus, sapaannya, menjelaskan apabila suatu fintech P2P lending berizin maka belum biasa bekerja sama secara penuh dengan perbankan. Pasalnya, sambung Kus, umumnya perbankan mensyaratkan fintech sudah mengantongi izin OJK.

Oleh karena itu, OJK terus mendorong fintech P2P lending agar mengantongi izin dari regulator. Adapun hingga saat ini, sebanyak 102 penyelenggara fintech P2P lending sudah berizin dan eligibleuntuk bekerja sama dengan perbankan.

“Artinya, selama ini sumber pendanaan penyaluran lender dari fintech umumnya besarnya dari sisi super lender,” ujar Kus dalam Media Luncheon AdaKami di Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Lebih lanjut, Kus memproyeksikan porsi pendanaan dari perbankan sudah meningkat lebih tinggi yang menjadikan sumber pendanaan bervariasi dan memicu ekspansi penyaluran dari P2P lending yang meningkat.

“Kalau penyaluran meningkat, maka revenue atau income dan manajemen fee yang didapatkan P2P juga akan meningkat dan berimbas ke profit dan loss dari P2P akan semakin baik,” jelasnya.

Jika berbicara untung rugi, Kus menjelaskan bahwa jika suatu fintech P2P lending dalam kurun 3-4 tahun belum membukukan profit, maka itu menandakan ada permasalahan di dalam perusahaan itu. Namun secara umum, Kus menilai bahwa fintech P2P lending akan semakin membaik ke depannya.

Kus menerangkan bahwa formula laba terdiri dari revenue, pendapatan, dan cost. Apabila, cost naik dan revenue turun, maka fintech P2P lending akan membukukan untung. 

“Kalau revenue berkurang, cost naik, maka rugi. Faktor dari cost itu banyak, bukan hanya karyawan. Karyawan itu salah satunya,” jelasnya.

Pacu Profit

Torehan laba di industri fintech P2P lending di awal tahun membuat sejumlah pemain industri ikut berpacu meningkatkan kinerja. PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) misalnya, perusahaan layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi itu akan berfokus pada sisi profitabilitas di tahun ini.

“Saat ini Modalku berfokus pada profitability, sehingga hal ini menjadi faktor pendorong dalam meraup laba untuk terus meningkatkan profitabilitas perusahaan dan optimis untuk terus menunjukan pertumbuhan yang positif,” kata Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya kepada Bisnis, Selasa (21/3/2023).

Pada Januari 2023, Reynold menyampaikan bahwa Grup Modalku telah menyalurkan pendanaan sebesar lebih dari Rp41 triliun.

Selain berpacu pada profit, Modalku menyatakan pihaknya juga selalu berusaha untuk bijak dalam mengatur seluruh alokasi pengeluaran perusahaan seefektif mungkin, seperti fokus terhadap kesehatan finansial perusahaan serta investasi dalam bidang teknologi dan sumber daya manusia (SDM).

Dari sisi tantangan, Reynold memandang bahwa tantangan yang kerap dihadapi oleh sejumlah pemain fintech P2P lending adalah terkait investasi dalam bidang teknologi dan sumber daya manusia, serta kondisi ekonomi yang membuat kita harus lebih bijak dalam menyalurkan kredit.

Maka dari itu, lanjut Reynold, Modalku akan lebih fokus untuk menjawab dan mengatasi tiga tantangan yang dialami oleh UMKM di tahun ini, seperti menyediakan akses pendanaan, menghadirkan fasilitas transaksi, serta membantu mengelola arus transaksi UMKM.

“Kami juga akan terus memperkuat bisnis dengan meningkatkan profitabilitas perusahaan serta mengakselerasi akses pendanaan bagi UMKM yang masih underserved,” tambahnya.

Adapun, untuk mencapai target perusahaan yang profitable, Modalku terus fokus untuk mengembangkan fundamental dan bisnis, salah satunya melalui penguatan di lisensi bisnis, bijak dalam pengeluaran perusahaan, dan memperluas kolaborasi.

“Modalku juga meningkatkan reputasi brand di industri yang belum terjangkau serta mengembangkan teknologi untuk mendukung strategi perusahaan,” ungkapnya.

Sementara itu, CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Tambunan melihat bahwa saat ini jalur menuju profitabilitas bagi pemain fintech yang sudah berkecimpung beberapa tahun terakhir sudah harus jelas.

Menurutnya, para pemain fintech diharapkan sudah mencapai skala ekonomi yang cukup untuk bisa menghasilkan laba.

Pada tahun lalu, Ivan menuturkan bahwa Akseleran mengalami cashflow positif pada beberapa bulan, namun secara tahunan masih merugi.

“Tahun ini kami proyeksikan secara tahunan sudah akan meraup laba dengan strategi terus menumbuhkan pendapatan sambil melakukan efisiensi terkait beban pengeluaran,” kata Ivan.

Ivan menjelaskan bahwa rugi Akseleran pada 2022 salah satunya disebabkan masih bertambahnya jumlah pegawai perusahaan. Hal itu yang berimbas pada pos beban yang masih terus bertambah.

“Tapi pertumbuhan pendapatan sudah jauh di atas pertumbuhan beban, makanya kami proyeksikan 2023 ini sudah laba,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Ivan menuturkan Grup Akseleran akan memfokuskan pada jalur menuju profitabilitas untuk bisa menghasilkan laba.

Pemain lainnya, Business Development Manager PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Jonathan Krissantosa mengungkapkan perusahaan telah menyalurkan pinjaman (disbursement) sebesar Rp20 triliun kepada lebih dari 3,1 juta peminjam pada 2021.

Sementara untuk tahun ini, AdaKami memproyeksikan dapat menyalurkan pinjaman sebesar Rp25 triliun. Langkah itu dilakukan untuk agar masyarakat unbanked dapat berkembang bersama sehingga mampu meningkatkan inklusi keuangan untuk memulihkan perekonomian nasional

AdaKami juga mencatat rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) pada 2022 berada pada level 99,48 persen dan akan mempertahankan rasion tersebut di tahun ini.

“Dari disbursement ini bisa menunjukkan tingkat kesehatan dari AdaKami,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper