Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyebutkan industri financial technology (fintech) akan terus bertumbuh pada 2023. Hal tersebut seiring dengan menurunnya isu dan pengguna fintech Peer-to-Peer Lending (P2P Lending) ilegal atau pinjol ilegal.
"Sekarang sudah menurun isu yang berkaitan dengan pinjol ilegal. Perkembangan fintech sangat luar biasa sudah Rp500 triliun lebih yang digelontorkan fintech ini. Dan masih ada sekitar Rp50 triliun yang di masyarakat yang berupa pinjaman," kata Ketua IFSoc Rudiantara Talk Show Peluang dan Tantangan Fintech 2023 yang digelar DataIndonesia, dikutip Rabu (22/3/2023).
Rudiantara mengatakan penyaluran pinjol meningkat berkat edukasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku usaha fintech. Selain itu, kualitas dari pinjol meningkat dengan tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90 hari) yakni semakin menurun yakni 3 persen.
"Jadi trennya bagus dan 2023 [fintech] akan meningkat," imbuh Rudiantara.
Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika RI 2014 - 2019 itu menambahkan perkembangan uang elektronik atau e-wallet juga semakin meningkat dengan rerata pertumbuhan 100 persen. Dia mengatakan bahwa peningkatan transaksi mencapai Rp399 triliun pada 2022.
Peningkatan uang elektronik juga menurutnya dipengaruhi dengan pandemi Covid-19, di mana belanja online lebih digemari. Di sisi lain, Rudiantara juga mengatakan bahwa jumlah merchant Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) juga meningkat dengan 24,9 juta di awal 2023.
Baca Juga
Rudiantara menambahkan kehadiran fintech di bidang investasi lain telah mendemokatisasi pasar modal dan menjadi motor penggerak ritel untuk berinvestasi dengan proses lebih mudah dan biaya lebih murah.
Kendati demikian, Rudiantara mengatakan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia tergolong masih rendah, meskipun inklusinya tinggi. Artinya banyak masyarakat yang sudah menggunakan produk keuangan namun tidak memahami penggunaan. Seperti halnya masih ada masyarakat yang tidak membayar pinjaman online.
"Inklusi keuangan 85 persen tapi literasi keuangan Indonesia ini baru mencapai 50 persen. Gap antara inklusi keuangan dan literasi berkisar 30 persen. Jadi inklusi naik, literasi naik, tapi gapnya sama. Banyak punya akses tapi pemanfaatannya tertinggal. Seperti pinjaman online, banyak yang menggunakan pinjol tapi tidak memahami proses-proses yang dilakukan. Jadi banyak permasalahan," paparnya.