Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank UOB Indonesia menyiapkan sejumlah strategi guna mengembangkan bisnis wealth management di tengah kekhawatiran gejolak ekonomi global, termasuk krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat (AS).
Wealth Advisitor Head UOB Indonesia Diendy Liu mengatakan saat ini telah terjadi pengetatan moneter global untuk mengendalikan inflasi.
"Pasar modal dihadapkan pada volatilitas pergerakan harga yang cukup tinggi," ujarnya, Kamis (30/3/2023).
Kondisi ini juga diperkeruh oleh bangkrutnya beberapa bank di AS serta pengambilalihan bank di Eropa. Seperti diketahui, Silicon Valley Bank (SVB) di AS dilaporkan bangkrut usai gagal mengumpulkan dana tambahan sebesar US$2,25 miliar dalam 48 jam.
Sebelum bangkrutnya SVB, Silvergate Capital Corp., juga telah mengatakan akan melikuidasi banknya yang menyimpan dana kripto sebagai imbas dari kehancuran industri kripto.
Kepanikan di industri keuangan AS tidak berhenti di situ, sebab regulator bank AS kemudian mengumumkan penutupan Signature Bank setelah bangkrutnya SVB.
Baca Juga
Tidak hanya di AS, sentimen negatif merembet ke pasar Eropa setelah Credit Suisse mengalami gejolak. Saham Credit Suisse Group AG ditutup melemah bahkan sempat anjlok ke level terendah sepanjang masa.
Bank Sentral Swiss kemudian memberikan bantuan likuiditas kepada Credit Suisse Group AG setelah sahamnya anjlok. Credit Suisse Gorup AG sendiri telah menarik pinjaman senilai US$54 miliar atau Rp833 triliun dari Bank Sentral Swiss.
Menurut Diendy, kombinasi kejadian itu menyebabkan sentimen negatif yang tidak kunjung berakhir menghinggapi pasar modal global maupun lokal.
Menghadapi berbagai gejolak ekonomi itu, UOB Indonesia pun menyiapkan berbagai strategi dalam mengembangkan bisnis wealth management mereka.
Head of Deposit & Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret mengatakan strategi pertama, UOB Indonesia terus mendorong literasi dan inklusi keuangan masyarakat khususnya yang berkaitan dengan investasi.
Upaya literasi dilakukan oleh UOB Indonesia sebab jumlah investor dalam negeri yang terus meningkat, sedangkan, pemahaman masyarakat terhadap pasar modal belum maksimal.
"Masyarakat harus melakukan literasi keuangan. Pahami produk-produk investasi yang ditawarkan. Kadang kita tahu risiko kita, tapi lupa kalau produk punya risiko yang harus dipelajari," kata Vera dalam diskusi bertajuk Preserve and Grow Your Wealth Through Risk-First Approach pada Kamis (30/3/2023) di Jakarta.
UOB Indonesia pun melakukan pendekatan risk-first dalam menggenjot literasi. Pendekatan ini menekankan akan pentingnya keseimbangan antara risiko dan imbal hasil.
Kemudian, UOB Indonesia tahun juga gencar mengembangkan berbagai produk investasi baru tahun ini. Vera mengatakan pada kuartal I/2023 UOB telah meluncurkan sembilan produk reksadana. Kemudian, UOB Indonesia juga dengan Kementerian Keuangan RI akan mengeluarkan retail bond.
"Hingga akhir tahun, kita siapkan produk secara terstruktur," kata Vera.
Selain itu, perseroan pun mengandalkan platform digital dalam mengembangkan bisnis wealth management. Pada platform personal internet banking, nasabah dapat melihat portofolio dari tabungan maupun investasinya. UOB Indonesia juga mempunyai platform mobile banking, yakni TMRW by OUB.