Bisnis.com, JAKARTA - Citibank, N.A., Indonesia akan menjual lini bisnis konsumer mereka ke UOB Indonesia. Meski begitu, kinerja bisnis konsumer bank asing ini tetap bertumbuh.
Penjualan bisnis konsumer Citibank Indonesia kepada UOB Indonesia ini mencakup bisnis retail banking dan kartu kredit. Selain di Indonesia, Citigroup melepas bisnis konsumer kepada UOB Group di Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Citigroup juga akan keluar dari China, India, Australia, Polandia, dan Rusia.
CEO Citi Indonesia Batara Sianturi mengatakan penjualan bisnis konsumer ke UOB Indonesia ini akan terlaksana pada semester II/2023. "Rencana untuk Indonesia penjualan bisnis konsumer antara Juli sampai Desember, perlahan ada pengalihan sistem dan lainnya," katanya dalam konferensi pers pada Senin (15/5/2023) di Jakarta.
Citibank memastikan transisi pelanggan, karyawan, serta mitra Citi di Indonesia dari adanya penjualan lini bisnisnya itu berjalan mulus.
Dia menjelaskan latar belakang Citibank Indonesia menjual bisnis konsumer ke UOB Indonesia karena sudah masuk ke dalam rangkaian strategi global pada 2021. Menurutnya, penjualan bisnis konsumer ke UOB Indonesia bukan karena alasan lesunya kinerja di lini bisnis tersebut di Citibank.
"Ini tidak ada hubungannya dengan opportunity [bisnis konsumer] di Indonesia. Fokus kami sekarang di institutional banking," ujar Batara.
Menurutnya, lini bisnis konsumer di Citibank juga berkinerja positif setidaknya pada awal tahun atau kuartal I/2023. "Untuk tren bisnis konsumer kami melihat terus growth, baik di retail banking, wealth management, maupun kartu kredit," ungkap Batara.
Pada lini bisnis retail banking, Citi Indonesia telah mempertahankan pertumbuhan transaksi perbankan digital. Transaksi digital untuk produk investasi tumbuh 3 persen pada kuartal I/2023.
Pada periode yang sama, penggunaan digital untuk produk pinjaman meningkat 2 persen dengan pertumbuhan penjualan mencapai 8 persen.
Pada lini bisnis wealth management, Citibank juga menjadi salah satu mitra distribusi SR018 yang diluncurkan pemerintah pada Maret 2023. Total penjualannya mencapai lebih dari Rp200 milliar.
Untuk lini bisnis kartu kredit dan pinjaman, Citibank Indonesia telah mencapai pemulihan penjualan kartu kredit ke tingkat sebelum pandemi Covid-19.
Citibank Indonesia sendiri telah meraup laba bersih Rp569 miliar pada kuartal I/2023, tumbuh 52 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Seiring dengan bertumbuhnya laba bersih, Citibank Indonesia juga mencatatkan pertumbuhan aset 14 persen yoy menjadi Rp101,72 triliun. Namun, Citibank mencatat penyaluran kredit susut 5 persen yoy menjadi Rp39,87 triliun. Dari sisi pendanaan, himpunan dana pihak ketiga (DPK) Citibank tumbuh 23 persen secara yoy menjadi Rp76,5 triliun.
Hengkangnya Bank Asing dari Bisnis Konsumer
Selain Citibank Indonesia, bank asing lainnya telah melepas bisnis konsumer mereka. Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) telah menandatangani perjanjian pengalihan sejumlah portofolio kredit kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN).
Di antara portofolio kredit yang dilepas SCBI adalah terkait bisnis konsumer yakni kredit pemilikan rumah (KPR) dan kartu kredit.
Kredit perorangan (personal loan) dan auto loan milik SCBI pun akan dialihkan ke Bank Danamon. Sementara bisnis corporate, commercial and institutional banking (CCIB) Standard Chartered akan dipertahankan.
Pada 2018, PT Bank ANZ Indonesia juga telah melepas divisi retail mereka ke PT Bank DBS Indonesia.
Pengamat Ekonomi dan Perbankan Binus University Doddy Ariefianto mengatakan penjualan bisnis konsumer milik bank asing merupakan langkah yang tepat. "Karena persaingan bisnis terjadi dalam beberapa tahun terakhir," katanya kepada Bisnis pada bulan lalu (17/4/2023).
Doddy mengatakan bisnis konsumer itu sulit dikembangkan oleh bank asing. "Di bisnis KPR, banyak bank lokal yang punya produknya. Di bisnis kartu kredit, persaingannya sekarang ditambah oleh paylater," katanya.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan pelepasan bisnis konsumer oleh bank asing itu bukan semata-mata karena persaingan, tetapi ada kaitannya dengan kondisi ekonomi global.
"Mereka [bank asing] harus memilah mana bisnis yang berkontribusi besar. Beberapa bank asing memang menilai bahwa lebih aman mereka bersaing di bisnis institutional banking atau korporasi dibandingkan konsumer," ujar Amin.