Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak lima peminjam (borrower) terbesar di platform financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya (Investree) mengalami gagal bayar.
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menuturkan bahwa jika melihat dari pengaduan lender (kreditur), profil peminjam yang mengalami gagal bayar 90 hari berasal dari sektor tekstil dan garmen hingga konstruksi yang mayoritas mengalami pinjaman macet pada 2022 silam.
Jika dikalkulasikan, rata-rata pinjaman yang mengalami gagal bayar mencapai Rp5,55 miliar dengan rating pinjaman di level B sampai C- yang memiliki imbal hasil yang lebih tinggi.
Adapun, payor (pembayar) dari kontrak perjanjian berasal dari perusahaan swasta ternama, BUMN, perusahaan multinasional, hingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Ini adalah top 5 borrower yang mengalami gagal bayar atau gagal pinjaman 90 hari berdasarkan pengaduan dari lender, di antaranya dari sektor tekstil dan garmen, transportasi dan logistik, minyak dan gas, penyediaan komputer, dan sektor konstruksi,” kata Adrian dalam acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, Kamis (8/6/2023).
Untuk peminjam yang bergerak di industri tekstil dan garmen misalnya, Adrian menyebutkan bahwa profil peminjam yang dimaksud bergerak di bidang bahan kaos rajut dan manufaktur kain yang telah mengalami pinjaman macet sejak Agustus 2022 dengan rata-rata pinjaman mencapai Rp955 juta dan rating pinjaman di level C, serta tipe produk berupa AP financing.
Baca Juga
Adrian menjelaskan bahwa alasan keterlambatan pada peminjam di sektor tekstil dan garmen adalah imbas dari pandemi Covid-19 sehingga berdampak pada menurunnya penjualan sejak 2020.
Ada pula peminjam dari industri transportasi dan logistik dengan profil peminjam yang bergerak di bidang jasa transportasi (freight forwarding) dengan rating pinjaman di level C- dan telah mengalami pinjaman macet sejak Oktober 2022.
Alasan keterlambatan pada sektor tersebut karena terjadinya pengalihan dana ke proyek lain dan berdampak pada cash flow. Pembayar pada sektor transportasi dan logistik ini merupakan BUMN dengan tipe produk pre-invoice financing dengan rata-rata pinjaman sebesar Rp1 miliar.
Kemudian, peminjam terbesar lainnya yang mengalami gagal bayar di Investree adalah sektor minyak dan gas. Profil pada peminjam ini bergerak di bidang minyak dan gas (POME), salah satu supplier biofuel di Asia Tenggara yang telah macet sejak Agustus 2022 dan rating di level C.
Adrian menyampaikan bahwa alasan keterlambatan dari sektor minyak dan gas ini karena adanya larangan ekspor CPO (POME) selama periode Februari-Mei 2022 dari pemerintahan. Adapun, pembayar dari sektor ini adalah perusahaan multinasional dan rata-rata pinjaman senilai Rp1,5 miliar.
Selanjutnya, sektor penyediaan komputer yang bergerak di bidang trading IT yang berfokus pada pengadaan Hardware dan software. Sektor ini telah mengalami pinjaman macet sejak Februari 2023 dengan rating pinjaman di level B dan rata-rata pinjaman Rp200 juta, sedangkan pembayar pada sektor ini adalah APBN.
Adapun, peminjam terakhir yang mengalami gagal bayar adalah berasal dari sektor konstruksi, tepatnya bergerak di bidang general engineering & construction yang berfokus pada pengadaan jasa dan fabrikasi.
Peminjam ini telah mengalami pinjaman macet sejak Juni 2022 dan berada pada rating C dengan rata-rata pinjaman mencapai Rp1,9 miliar. Serta, pembayar berasal dari BUMN dengan tipe produk pre-invoice financing.