Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Investree Buka-Bukaan Ada 5 Peminjam Kakap Alami Gagal Bayar

Rata-rata pinjaman Investree yang mengalami gagal bayar mencapai Rp5,55 miliar dengan rating di level B sampai C- yang dengan imbal hasil yang lebih tinggi.
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi/Bisnis-Rika Anggraeni
Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi/Bisnis-Rika Anggraeni

Bisnis.com, JAKARTA — Platform financial technology (fintechpeer-to-peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya (Investree) mengungkap lima profil borrower (peminjam) terbesar yang mengalami gagal bayar.

Secara total, rata-rata pinjaman yang mengalami gagal bayar mencapai Rp5,55 miliar dengan rating pinjaman di level B sampai C- yang memiliki imbal hasil yang lebih tinggi. Serta, payor (pembayar) dari kontrak perjanjian yang berasal dari perusahaan swasta ternama, BUMN, perusahaan multi nasional, hingga APBN.

Tanpa menyebutkan nama peminjam yang mengalami gagal bayar, Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi menuturkan bahwa jika melihat dari pengaduan lender (kreditur), profil peminjam yang mengalami gagal bayar 90 hari berasal dari sektor tekstil dan garmen hingga konstruksi.

“Ini adalah top 5 borrower yang mengalami gagal bayar atau gagal pinjaman 90 hari berdasarkan pengaduan dari lender, di antaranya dari sektor tekstil dan garmen, transportasi dan logistik, minyak dan gas, penyediaan komputer, dan sektor konstruksi,” kata Adrian dalam acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, Kamis (8/6/2023).

Untuk sektor yang bergerak di industri tekstil dan garmen misalnya, telah mengalami pinjam macet sejak Agustus 2022 dengan rata-rata pinjaman mencapai Rp955 juta dan rating pinjaman di level C. Adrian menjelaskan bahwa alasan keterlambatan pada sektor tekstil dan garmen adalah imbas dari pandemi Covid-19 sehingga berdampak pada menurunnya penjualan sejak 2020.

“Kalau kita lihat, mereka adalah borrower-borrower yang memang sebenarnya sudah atau pernah kita danai bersama Investree, bahkan ada yang dari 2014, yang mana performanya mereka bagus,” ujarnya.

Adrian mengakui bahwa makro ekonomi dan kondisi di lapangan menyebabkan adanya risiko gagal bayar yang lebih besar di industri fintech P2P lending, termasuk Investree. Risiko gagal bayar tersebut menjadi tugas besar Investree, ujar dia, salah satunya dengan mengakselerasi dari penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut.

“Kalau memang ada yang dibilang belum dibayar 200 hari atau 300 hari, karena faktanya perusahaan tersebut sudah mengalami gagal bayar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Adrian mengatakan bahwa Investree tetap memprioritaskan perlindungan dan kenyamanan kreditur individu sebagai salah satu pemangku kepentingan utama kreditur dengan melakukan beberapa inisiatif antara lain memperkuat komunikasi dan edukasi risiko melalui seluruh kanal resmi.

“Tentunya beberapa langkah strategi, yang pertama, apakah bisa dilakukan restrukturisasi apabila masih ada kemampuan dan kemauan dari borrower untuk melakukan restrukturisasi,” katanya.

Kedua, lanjut dia, upaya penyelesaian melalui penjualan aset dari debitur. Ketiga, menempuh jalur hukum untuk mengakselerasi penyelesaian tersebut.

“Namun, perlu diingat karena rata-rata peminjam adalah PT, CV, atau badan hukum, tentunya kami harus taat pada aturan perundangan-undangan yang berlaku dan taat kepada aturan POJK 10 yang berkaitan dengan aspek pembiayaan bermasalah, seperti hak tagih,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper