Bisnis.com, JAKARTA -- Tenggat aksi korporasi unit usaha syaraiah (UUS) membuat aksi korporasi akan bergulir di sektor ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta dilakukan pemisaahan sekitar 3 tahun ke depan. Caranya bisa dengan transfer aset ke perusahaan perbankan syariah yang sudah ada, spint off, hingga akuisisi bank syariah yang ada baik berbentuk emiten terbuka ataupun perusahaan tertutup. Pesona ini semakin menarik karena bank syariah mampu mencetak profitabilitas yang lebih baik. Bagi perusahaan terbuka, kondisi ini memberi sentimen ke pergerakan harga saham di lantai bursa.
Dalam catatan Bisnis, emiten bank syariah yang ada saat ini adalah Bank Aladin (BANK), BTPN Syariah (BTPS), bank Panin Dubai Syariah (PNBS), hingga Bank Syariah Indonesia (BRIS). Lalu bagaimana pergerakan harga emiten di tengah beragam sentimen ke sektor syariah ini pada perdagangan kemarin, Kamis (14/9/2023)?.
Mengutip data RTI Business, harga saham BANK pada perdagangan Kamis (14/9/2023) menguat 3,30 persen ke level Rp1.095 per saham. Saham PNBS beakhir stagnan di level Rp59 per saham. Pada saat yang sama, kinerja harga saham BRIS menunjukkan posisimenguat 0,3 perser di level Rp1.660 . Sementara itu, BTPS justru terparkir di zona merah, melemah 0,76 persen menjadi Rp1.960.
Meski demikian, jika ditarik garis satu tahun terakhir (yoy), posisi saham syariah ini dalam tren pelemahan. Hanya BRIS yang bergerak naik dari level Rp1.460 pada tahun lalu.
Di tengah dinamika naik turunnya harga saham, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai emiten bank syariah diproyeksikan berkinerja moncer.
“Hanya saja pertanyaannya adalah, bagaimana kita mampu menggarap secara maksimal prospek tersebut. Oleh sebab itu seperti yang sudah dilakukan oleh pemerintah dimana mereka menciptakan holding bank syariah,” ucapnya pada Bisnis, Kamis (14/9/2023).
Baca Juga
Menurutnya, di tengah situasi dan kondisi saat ini, perluasan pasar menggunakan cara konvensional tidak lagi efektif. Harus ada perubahan konsep bisnis agar bank syariah terdepan dalam digital. Menurutnya, mau tidak mau transformasi bisnis harus dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman dan mampu menggarap pasar yang tidak terjangkau selama ini.
“Memberikan kemudahan dan bersanding dengan teknologi merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan oleh bank syariah untuk berakselerasi lebih cepat lagi,” ucapnya.
Sementara itu, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai khusus BRIS memiliki prospek yang bagus, lantaran pasca pasar yang cukup tinggi dimana penyaluran kredit masih cukup kuat dan prospek bisnis yang bagus seiring dengan BRIS yang melakukan diversifikasi ke bisnis yang lain.
“Karena pasca pasar untuk bank syariah sudah dicaplok oleh BRIS mereka akan tetap jadi andalan dan dapat penyularan kredit dan lain-lain. Bank syariah yang lain, selain BRIS masih terlalu kecil dan tidak bisa bersaing dengan [BRIS],” ujarnya.
Adapun, sejauh ini satu emiten bank syariah yang tengah melakukan aksi korporasi yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) yang bahkan telah memberikan sinyal adanya aksi korporasi. BRIS melakukan penelaahan laporan keuangan semester I/2023.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan lamanya waktu penyampaian laporan keuangan BSI itu karena bank mesti melakukan audit terlebih dahulu. Sementara, audit dilakukan seiring dengan rencana aksi korporasi.
"Kami melakukan audit laporan keuangan bulanan Juni karena ada arah acara divestasi. Tapi [divestasi] itu pemegang sahamnya kita, bukan kitanya," ujar Hery dalam acara Seminar Implementasi Governance, Risk & Compliance (GRC) Terintegrasi pada Perbankan Syariah di Era 4.0 beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Hery juga mengungkapkan bahwa sejumlah pemegang saham BSI akan menjalankan divestasi sebagai upaya untuk memperbesar kepemilikan saham publik atau free float di BSI.