Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Cari Bukti soal Dugaan Kartel Bunga Pinjol

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih terus mencari bukti terkait dengan dugaan pengaturan penetapan bunga fintech peer to peer (P2P)
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih terus mencari bukti terkait dengan dugaan pengaturan penetapan bunga fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). 

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan bahwa bukti awal sudah ada. “Bukti awal sudah ada. Nanti kami perkuat lagi buktinya dipenyelidikan,” kata Deswin saat dihubungi Bisnis, Kamis (5/10/2023). 

Deswin mengatakan perkara tersebut masih dalam penyelidikan awal. Dengan demikian, pihaknya masih belum bisa berkomentar terkait dengan dampak hingga sanksi yang kemungkinan akan dilakukan. 

“Nanti bisa kami dalami diproses yang ada,” imbuhnya.

Dia menyebut pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk meminta keterangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan dugaan tersebut. 

Sebelumnya, Direktur Investigasi Sekretariat KPPU Gopprera Panggabean KPPU mengatakan penyelidikan awal tersebut berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjol berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat. 

“Dari penelitian, KPPU menemukan bahwa terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen, khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman,” kata Gopprera dalam keterangannya, dikutip Kamis (5/10/2023). 

Gopprera mengatakan KPPU menemukan bahwa penetapan AFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota yang terdaftar. Sebagai informasi dari laman resmi AFPI, terdapat 89 anggota fintech P2P lending. 

“KPPU pun menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomoor5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” imbuhnya. 

Menurutnya, KPPU menindaklanjuti temuan itu dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal UU yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap penyelidikan.

KPPU segera membentuk satuan tugas untuk penyelidikan awal atas dugaan pengaturan suku bunga oleh AFPI ke anggotanya. Adapun proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari.

Respon OJK atas Bunga Pinjol

OJK juga turut merespon adanya indikasi pengaturan penetapan bunga pinjol.  Regulator menyebut apabila benar ada indikasi tersebut, mereka tak segan ikut mengambil sikap. 

“Sampai saat ini belum dihubungi oleh KPPU, nanti kalau misalnya ada [indikasi kartel] tentu kami akan bersikap,” kata 

Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan kepada Bisnis, Kamis (5/10/2023). 

Adapun terkait sikap apa yang akan dilakukan oleh regulator, Edi mengatakan bergantung dengan hasilnya nanti. 

Namun yang pasti, dia menyebut regulator telah memberikan pesan kepada asosiasi bahwa  penetapan batas atas manfaat ekonomi pinjol memang harus dievaluasi terus menerus, sehingga aturan yang saat ini tidak bisa digunakan seterusnya. 

Edi menyebut sejauh ini regulator memang belum mengatur terkait dengan batasan bunga pinjol. Pihaknya menyerahkan mekanisme pasar terhadap industri yang direpresantikan melalui asosiasi.

“Dan sejauh ini kan semuanya masih mematuhi, selain itu bunga 0,4 persen tersebut itu untuk jangka-jangka yang pendek saja,” ungkapnya. 

Terlebih, Edi mengatakan mayoritas profil pinjaman kepada fintech P2P lending masih dalam jangka pendek. Dengan demikian, dengan bunga yang ditentukan saat ini masih relatif rendah. 

Namun apabila pada waktunya bunga pinjol tersebut justru menimbulkan masalah, Edi mengatakan OJK memiliki kewenangan untuk mengaturnya. 

“Kami basicnya tidak ingin mengatur, sama seperti Bank. Tapi kalau dianggap banyak memberatkan, banyak pengaduan. Kami bisa mengintervensi, atau misal jadi price war [perang tarif] ya itu harus mengintervensi,” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper