Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan turunan terkait bunga dan biaya lainnya fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol). Hal tersebut merupakan jawaban regulator terkait dengan masalah biaya layanan pinjol yang selama ini menjadi sorotan.
“Saat ini, OJK sedang melakukan penyusunan peraturan turunan yang antara lain mengatur besaran dan manfaat ekonomi [pinjol],” kata Agusman dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulan September 2023, Senin (9/10/2023).
Agusman mengatakan bahwa nantinya seluruh penyelenggara fintech P2P lending harus mematuhi manfaat ekonomi yang ditetapkan oleh OJK tersebut. Dia mengatakan bahwa regulator akan berupaya untuk menemukan titik keseimbangan soal bunga pinjol antara kepentingan konsumen, lender, dan penyelengara.
Hal tersebut supaya layanan tetap aman, nyaman, dan terjangkau. Selain itu juga menjaga minat pemberi dana untuk mendanai penerima dana melalui fintech P2P lending sehingga industri dapat tumbuh secara sehat.
Aturan terkait bunga pinjol sebelumnya diatur oleh AFPI. Pada November 2018, aturan bunga pinjaman mencapai 0,8 persen per hari yang diatur melalui pedoman perilaku pemberian layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Selanjutnya dengan seriring perkembangan industri, pada 5 November 2021 diatur bahwa bunga pinjaman serta biaya lainnya, selain bunga keterlambatan maksimum 0,4 persen per hari yang diitung dari pokok pinjaman.
Baca Juga
Kemudian total biaya keterlambatan maksimum 0,8 persen per hari. Total bunga dan biaya pinjaman dan biaya lainnya termasuk biaya keterlambatan maksimum 100 persen dari nilai pokok pinjaman.
Adapun, berdasarkan Pasal 29 POJK Nomor 10 tahun 2022 disebutkan bahwa penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan dalam memfasilitasi pendanaan.
Batas maksimum manfaat ekonomi berkenaan yang dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh OJK. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberiaan dana dan penerimaan dana ditetapkan oleh OJK.