Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tunggakan Iuran Dapen Rp3,61 T akibat Mitra Bermasalah hingga Imbal Investasi

OJK menyampaikan tunggakan pendiri dana pensiun (dapen) menyentuh Rp3,61 triliun.
Ilustrasi dana pensiun./Bisnis - Albir Damara
Ilustrasi dana pensiun./Bisnis - Albir Damara

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) merespons terkait tunggakan pendiri dana pensiun (dapen) yang mencapai hingga menyentuh Rp3,61 triliun.

Direktur Eksekutif ADPI Budi Sulistijo menjelaskan bahwa salah satu penyebab tunggakan tersebut lantaran beberapa mitra pendiri dapen yang tengah mengalami masalah keuangan. Hal inilah yang berimbas pada melonjaknya tunggakan iuran.

“Dalam perjalanannya, beberapa mitra ini tidak bisa membayar iuran, jadi mereka nunggak sehingga menjadi tersendat pemasukan dana ke dapen,” kata Budi saat dihubungi Bisnis, Kamis (12/10/2023).

Pasalnya, pada dasarnya, suatu dapen didirikan oleh pendiri dapen. Adapun, bisa saja dapen tersebut memiliki beberapa pendiri. Dengan demikian, satu pendiri dapen dengan beberapa mitra bisa mendirikan satu dapen.

Selanjutnya, setiap bulannya, mitra membayar iuran yang meliputi iuran peserta dan iuran pemberi kerja kepada dapen. Namun pada kenyataannya, Budi menyebut bahwa tidak semua mitra melakukan pembayaran iuran dengan lancar.

“Ada mitra yang enggak lancar membayar, inilah yang kenapa menjadi tunggakan dan ini tersendat. Sementara dapen itu kan wajib membayar manfaat pensiun bulanan, sehingga itu menggerus aset-asetnya di dapen dengan mengambil asetnya mereka,” jelas Budi.

Imbasnya, lanjut Budi, tunggakan ini semakin menumpuk dan menggulung hingga berbulan-bulan dan menjadi bermasalah.

“Itulah kenapa OJK membuat pernyataan itu tunggakan, ya benar, ada tunggakan, tapi tunggakan itu berasal dari beberapa mitra yang tidak rajin membayar, tidak tertib membayar iurannya, baik iuran peserta maupun iuran pemberi kerja,” terangnya.

Adapun terkait dapen milik pelat merah, Budi menuturkan bahwa rata-rata dapen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan kategori pemberi kerja yang menjalankan program pensiun manfaat pasti. Di sana, Budi menuturkan bahwa adanya salah satu asumsi bunga aktuaria atau bunga teknis.

Budi menyebut bahwa rata-rata bunga teknis di dapen BUMN masih tinggi di kisaran 8 persen—10 persen. Sementara itu, hasil pengembangan investasi dapen BUMN tidak mencapai angka itu.

“Dalam kenyataannya tidak mencapai itu. Sehingga muncullah iuran tambahan dari pemberi kerjanya, jadi numpuk lagi,” ungkapnya.

Artinya, selain tidak rutin membayar iuran karena kondisi mitra pendiri, juga karena adanya kewajiban membayar iuran tambahan dikarenakan hasil pengembangan investasi tidak sesuai dengan bunga teknis. Kondisi ini yang menyebabkan menggulungnya tunggakan iuran di dapen.

Kemudian, dapen juga ada kemungkinan memiliki pengembangan investasi yang tidak optimal, salah satunya karena harga pasar yang menurun sehingga imbal hasilnya tidak tercapai.

“Jadi selain karena mitranya yang bermasalah atau masalah keuangan, juga karena bunga teknis yang terlalu tinggi sehingga imbalan hasilnya tidak memadai, dan mungkin tidak optimalnya pengelolaan investasi mereka,” pungkas Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper