Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menaikan status kasus dugaan pelanggaran bunga pinjol oleh pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) ke tahap penyelidikan. Hal tersebut ditetapkan melalui Rapat Komisi pada 25 Oktober 2023.
Gopprera Panggabean, Direktur Investigasi pada Kedeputian Penegakan Hukum KPPU mengungkap dalam tahap penyelidikan tersebut pihaknya telah menetapkan 44 fintech peer to peer (P2P) lending sebagai terlapor. Mereka diduga melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga.
“KPPU akan memanggil para pihak termasuk terlapor, saksi, atau ahli yang berkaitan guna mengumpulkan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran,” kata Gopprera dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (27/10/2023).
Adapun penyelidikan akan berlangsung tertutup selama 60 hari kedepan. KPPU juga tidak tertutup kemungkinan adanya perpanjangan masa penyelidikan ataupun penambahan terlapor, bergantung pada alat bukti yang diperoleh.
“Pada proses tersebut, KPPU akan membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga yang sama tersebut merupakan hasil kesepakatan diantara para penyelenggara,” ungkap Gopprera.
Gopprera mengatakan setiap pelaku usaha fintech P2P lending idealnya menjalankan usahanya secara lebih efisien, sehingga mampu menetapkan tarif suku bunga yang lebih rendah dari para pesaingnya serta memberikan berbagai pilihan fasilitas dan tarif suku bunga bagi konsumen.
Baca Juga
KPPU sebelumnya telah melakukan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran bunga pinjol sejak 5 Oktober 2023. Dalam tahap tersebut, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan pengumpulan informasi, termasuk permintaan informasi secara tertulis kepada para anggota AFPI dan permintaan keterangan dari 5 penyelenggara fintech P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Melalui proses tersebut, KPPU telah memperoleh satu alat bukti dugaan pelanggaran pasal 5 dan memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan ke tahap penyelidikan,” ungkap Gopprera.
Gopprera melanjutkan pihaknya juga menemukan tujuan pengaturan AFPI atas penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya tersebut adalah untuk melindungi konsumen dari biaya predatory lending, atau praktik pemberian pinjaman yang mengenakan syarat ketentuan bunga dan/atau biaya-biaya yang tidak wajar bagi penerima pinjaman atau tidak memperhatikan kemampuan membayar kembali penerima pinjaman.
Selain itu, AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya (selain biaya keterlambatan) yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8 % per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.
Pada 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4% per hari. Setiap anggota AFPI wajib menandatangani suatu pakta integritas yang didalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.