Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa industri asuransi jiwa masih mengandalkan penerimaan premi dari produk asuransi yang dikaitkan investasi (Paydi) atau lebih dikenal dengan sebutan unit link selama periode 2022.
Merujuk Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023-2027, hampir setengah premi asuransi jiwa konvensional pada 2022 sebesar Rp169,95 triliun diperoleh dari unit-linked.
OJK mencatat sebesar 44,0% atau Rp74,85 triliun merupakan pendapatan premi dari produk unit-linked. Kemudian, disusul oleh produk dwiguna sebesar 22,0% atau senilai Rp37,41 triliun.
Sementara itu, pendapatan premi asuransi jiwa konvensional khususnya Paydi pada 2018 terlihat lebih besar dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 45,8% atau Rp90,39 triliun, menyusul dwiguna sebesar 25,9% atau Rp51,36 triliun
OJK juga mencatat dalam periode 2018–2022, premi asuransi jiwa mengalami penurunan sebesar 3,8% dari Rp198,30 triliun menjadi Rp169,95 triliun.
Pada 2020, premi asuransi jiwa konvensional turun sebesar 8,28% dari Rp186,26 triliun menjadi Rp170,83 triliun. Namun, mengalami pertumbuhan pada 2021 sebesar 7,90%.
Baca Juga
“Rendahnya pertumbuhan premi asuransi jiwa konvensional merupakan dampak dari pandemi Covid-19,” demikian yang dikutip dari dokumen OJK, Senin (20/11/2023).
Selanjutnya, berdasarkan hasil survei OJK terhadap industri perasuransian tahun 2023, pendapatan premi asuransi diperoleh sebagian besar dari lini usaha asuransi jiwa, termasuk asuransi jiwa syariah sebesar 66% daripada asuransi umum dan reasuransi termasuk syariah sebesar 34%.
“Pengaturan Paydi terhadap asuransi jiwa ternyata tidak membuat perusahaan asuransi mengalihkan fokus pada produk ini,” ungkapnya.
OJK menyampaikan bahwa rencana perusahaan asuransi jiwa ke depan dalam pengembangan jenis asuransi dasar akan diperkuat.