Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan reasuransi dalam Grup Salim, PT Indoperkasa Suksesjaya Reasuransi (Inare) mencatatkan tingkat Risk Based Capital (RBC) sebesar 393,96%.
Angka tersebut turun 64,6% dari sebelumnya 1113,96% pada kuartal III/2023. Meski demikian, nilai ini masih aman karena di atas ketentuan OJK.
Presiden Direktur Inare Harianto Solichin menjelaskan penurunan nilai RBC tersebut lantaran cakupan perusahaan semakin besar.
Dalam artian positif, di menekankan perusahaan reasuransi yang baru berulang tahun ketiga tersebut mencatatkan pertumbuhan premi yang signifikan pada tahun ini.
“Jadi waktu RBC masih lebih dari 1000% itu karena enggak ada risiko, tapi kalau kami sudah mulai mengcover, otomatis kan risikonya lebih, jadi dibandingkan ekuitasnya Rp300 miliar dan premi sekitar Rp400 miliar maka otomatis kami punya RBC turun,” kata Harianto ditemui di Kantor Inare, Plaza Mutiara, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/11/2023).
Harianto juga menegaskan RBC menjadi 393% pada kuartal III/2023, bukan berarti tingkat kesehatan perusahaan seolah-olah berkurang. Dia menyebut dengan bisnis terus tumbuh, RBC 393% menjadi lebih bagus dibandingkan saat posisinya lebih dari 1.000% saat bisnis belum sepenuhnya berjalan.
Baca Juga
Selain itu, dia menyebut bahwa tingkat RBC Inare juga masih berada di atas ketentuan ambang batas yang ditetapkan OJK yakni 120%.
“Begitu juga kalau nanti coverage kami bertambah Rp700 miliar, RBC kami mungkin 250%. Tapi RBC 250% dibandingkan dengan yang 1000% waktu belum ada bisnis maka harus dilihat yang 250% bisnisnya bagus enggak kalau bisnisnya bagus 250% lebih baik daripada 1000%, karena kalau 1000% itu is doing nothing. [Bisnisnya] Diam,” tuturnya.
Di sisi lain, Presiden Komisaris Inare Firdaus Djaelani mengatakan bahwa perusahaan baru biasanya RBC-nya memang selalu besar. Pasalnya kapasitas yang dimiliki belum digunakan. Di sisi lain, perusahaan reasuransi yang RBC-nya mendekati angka 120% kapasitasnya sudah penuh.
“Jadi dia harus mendapatkan injeksi modal, kira-kira seperti itu. Lalu berapa [RBC] yang pas? psikologisnya itu kira-kira di atas 200%,” ungkapnya.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim sebelumnya menilai bahwa naik turunnya RBC perusahaan reasuransi merupakan hal yang wajar.
Menurutnya hal tersebut tidak menjadi masalah apabila semuanya termonitor dengan baik dan tidak menyentuh batas internal perusahaan dan minimum RBC sesuai OJK yakni 120%.
“Penurunan RBC harus juga dilihat dari sudut pertumbuhan bisnis perusahaan, semakin bertumbuh, semakin besar juga kewajibannya cadangan teknis yang harus disiapkan perusahaan,” kata Abitani kepada Bisnis, akhir pekan lalu (16/11/2023).
Terlebih RBC merupakan ukuran kesehatan keuangan perusahaan asuransi di mana perusahaan dianggap dapat melunasi kewajibannya apabila dilikuidasi pada saat itu.
Namun demikian, Abitani mengingatkan penurunan RBC yang disertasi dengan penurunan keuntungan dan ekuitas secara terus menerus merupakan tanda bahaya bagi perusahaan asuransi atau reasuransi.
Dia meyakini bahwa setiap perusahaan reasuransi maupun asuransi tentunya memiliki mekanisme sistem peringatan dini yang senantiasa memonitor indikator kesehatan keuangannya, serta mekanisme eskalasi penyelesaiannya sampai ke pemegang saham perusahaan
“Peran aktif pemegang saham pengendali menjadi sangat penting dalam penyelesaian masalah kesehatan keuangan secara keseluruhan,” ungkap Abitani.
Dikutip pada laporan keuangan di laman resmi Inare, perusahaan mencatatkan jumlah pendapatan premi Rp359,9 miliar pada kuartal III/2023. Angka tersebut tumbuh signifikan mencapai 1.701% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp19,9 miliar.
Hasil underwriting perusahaan pun mencatatkan kinerja positif mencapai Rp18 miliar. Angka tersebut tumbuh 646% dibandingkan pada kuartal III/2023 yakni Rp2,41 miliar.
Dengan catatan tersebut, laba perusahaan juga meningkat 2.961% menjadi Rp17,3 miliar dari sebelumnya Rp567 juta. Dari sisi aset perusahaan mengalami peningkatan 113% menjadi Rp698 miliar. Pada kuartal III/2022, perseroan hanya mencatatkan aset Rp327,5 miliar.
Jumlah liabilitas yang ditanggung juga meningkat 1.549% menjadi Rp372 miliar dari sebelumnya Rp19,8 miliar. Sementara ekuitasnya mencapai Rp325,3 miliar atau meningkat 5,75% dari sebelumnya Rp307,6 miliar.