Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Global Gonjang-ganjing, Bank Makin Selektif Kucurkan Utang

Rasio kredit bermasalah (NPL) net perbankan per September 2023 sebesar 0,77% dari bulan sebelumnya 0,79% dan NPL gross mencapai 2,43% per September 2023.
Ilustrasi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL)/Freepik
Ilustrasi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL)/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) perbankan terus mengalami perbaikan pada tahun ini. Namun, perbankan sendiri tetap getol menjaga kualitas kredit terlebih di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi global.

Berdasarkan data OJK, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan per September 2023 sebesar 0,77% dari bulan sebelumnya 0,79% dan NPL gross mencapai 2,43% per September 2023, turun dari Agustus 2023 sebesar 2,5%.

Hal ini pun diamini oleh Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan yang menyebut NPL perbankan Indonesia secara umum menunjukan masih terkendali, akan tetapi dengan tren bunga tinggi dan daya beli yang belum membaik maka ada sejumlah sektor bisnis yang perlu perhatian khusus.

“Sektor bisnis yang perlu diperhatikan adalah sektor mortgage, konstruksi, otomotif, korporasi, karena secara umum bila bunga tinggi maka pertumbuhan kredit akan terhambat,” ujarnya pada Bisnis, Selasa (28/11/2023).

Sebaliknya, di tengah kondisi inflasi, kata Trioksa yang berpotensi naik adalah sektor energi khususnya energi bersih.

Alhasil, penting bagi perbankan untuk melakukan memitigasi risiko dengan mengevaluasi portofolio kredit existing dan selektif dalam menyalurkan kredit.

Adapun, dari pemain industri terpantau PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) getol menjaga kualitas kredit dengan menekan rasio NPL di kisaran 1% hingga 1,3% pada akhir tahun. 

Direktur Manajemen Risiko Ahmad Siddik Badruddin menyebut saat ini menjaga kualitas aset menjadi penuh tantangan, apalagi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Oleh karena itu, perseroan lebih mawas diri dalam menyalurkan kredit pada sejumlah segmen.  

“Jadi, kami terus melakukan analisis sensitivitas dan stress test pada semua portofolio kredit kami,” ujarnya pada awak media dalam Konferensi Pers Public Expose, Senin (27/11/2023). 

Siddik menyebut, untuk saat ini, perseroan lebih berhati-hati dan terus memantau fluktuasi harga komoditas. Ini tecermin bagaimana perseroan terus melakukan proyeksi bersama Chief Economist dalam melihat potensi harga komoditas tahun depan, berdasarkan global demand dan supply.  

Selain itu, BMRI pun lebih prudent kala menyalurkan kredit pada segmen yang berpotensi terkena dampak dari geopolitik di Timur Tengah.  

“Karena menurut kami kalau krisis di Gaza terekskalasi, kemungkinan akan berdampak pada supply demand dari oil dan berdampak pada kenaikan harga minyak. Jadi, kita harus melakukan sensitivitity analyst pada debitur,” ungkapnya. 

BMRI juga melakukan mitigasi pada sejumlah sektor yang permintaan akan produk mereka harus diekspor ke negara yang pertumbuhan ekonominya terdampak dari geopolitik atau makro ekonomi environment

Tercatat, posisi nonperforming loan BMRI bank only melandai ke level 1,36% per September 2023. Posisi tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan periode September 2022 di level 2,26% atau telah turun sebesar 90 basis poin (bps).

Bank Mandiri diketahui telah membentuk pencadangan yang memadai. Tercatat, sampai dengan September 2023, NPL coverage ratio bank only BMRI mencapai 339,34%, meningkat dari posisi September 2022 yang sebesar 292,28%.

Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) tetap melanjutkan strategi dengan mengakselerasi kredit ke segmen yang prospektif dengan tetap mengedepankan asas kehati-hatian.

Direktur Finance BNI Novita Widya Anggraini menjelaskan BNI di antaranya dengan tetap fokus menyasar korporasi blue chip dan regional champion, optimalisasi produk melalui value chain, dan fokus ekspansi pada sektor prospektif.

“BNI juga akan berfokus pada beberapa sektor ekonomi yang prospektif dan resilient yang dapat meningkatkan pertumbuhan kredit, di antaranya adalah manufaktur dan hilirisasi sumber daya alam. BNI pun akan fokus untuk mendukung green loan yang akan menjadi prioritas ke depannya,” ujarnya. 

"Kami memiliki pipeline yang kuat di segmen wholesale hingga akhir tahun, yaitu perusahaan blue chip dari berbagai sektor ekonomi yang prospektif," tambah Novita. 

Tercatat, rasio NPL per September 2023 tercatat berada di level 2,3%, turun dari periode yang sama tahun lalu, yakni mencapai 3,0%.

Bahkan, meskipun indikator kualitas aset menunjukkan perbaikan yang kuat, BBNI terus mengimbanginya dengan penyediaan pencadangan pada level yang cukup, yakni 324,5% per September 2023 untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian di masa mendatang.

Dari pemain perbankan syariah, seperti PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk. (PNBS) pun tercatat akan berhati-hati dalam sejumlah pembiayaan, utamanya dalam menghadapi tahun pemilu. Direktur Utama PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk. (PNBS) Bratha Widjaja mengatakan akan fokus ke segmen UMKM. 

“Sejalan dengan strategi internal, kami akan fokus pada pertumbuhan UMKM, jadi kami akan mengurangi atau meminimalkan segmen wholesale dan agresif di pertumbuhan di UMKM,” ujarnya pada awak media dalam Public Expose, Jumat (24/11/2023)

Sementara, Direktur Keuangan & Strategi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI Ade Cahyo Nugroho mengatakan industri perbankan akan menghadapi sejumlah tantangan ke depan.

Beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain rezim suku bunga tinggi hingga ketidakpastian global. Meski begitu, BSI optimistis kinerja pembiayaan akan tetap terjaga.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan pihaknya terus menggenjot bisnis konsumer. BSI memang unggul di bisnis konsumer dan masuk jajaran 5 besar bank dengan penyaluran pembiayaan konsumer terbesar di Indonesia.

Adapun, di sisi pembiayaan korporasi, BSI cenderung tidak terlalu ambisius. "Porsi pembiayaan korporasi tetap kami jaga tidak lebih dari 30%," ujar Hery beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Hery mengatakan industri perbankan memang akan menghadapi ragam tantangan. "Lingkungan industri kini dihadapkan pada persaingan yang tidak mudah. Rezim suku bunga tinggi, persaingan likuiditas ketat, bank mesti menawarkan layanan kompetitif," tutur Hery.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper